REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Penemuan varian baru penyakit virus corona (Covid-19) di Inggris seharusnya tidak mengubah respons terhadap pandemi. Meskipun ada kekhawatiran varian baru tersebut bisa saja terbukti lebih mematikan.
Petugas medis terkemuka mengatakan terlalu dini untuk mengatakan apakah varian tersebut, yang diperkirakan hingga 70 persen lebih dapat ditularkan, memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi. Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengklaim ada beberapa bukti varian itu memiliki tingkat kematian lebih tinggi.
Kepala penasihat ilmiah Inggris, Sir Patrick Vallance, menambahkan varian virus itu bisa jadi sampai 30 persen lebih mematikan. Keputusan itu disampaikan setelah pengarahan oleh Kelompok Penasihat Ancaman Virus Pernafasan Baru dan Berkembang (Nervtag) pemerintah Inggris mengatakan ada kemungkinan realistis dari peningkatan risiko kematian.
"Para ilmuwan sedang melihat kemungkinan bahwa ada peningkatan keparahan ... dan setelah seminggu melihat data kami sampai pada kesimpulan bahwa itu adalah kemungkinan yang realistis," kata Prof Peter Horby selaku ketua Nervtag dilansir dari Arab News pada Ahad (24/1).
"Kami harus transparan tentang itu. Jika kami tidak memberi tahu orang-orang tentang hal ini, kami akan dituduh menutupinya," lanjut Horby.
Sementara itu, Mike Tildesley selaku anggota dari Scientific Pandemic Influenza Group on Modeling for the Government's Scientific Advisory Group for Emergency dari pemerintah Inggris, mengatakan cukup terkejut Johnson telah membuat klaim tersebut. "Saya hanya khawatir di mana kami melaporkan hal-hal secara pre-emptive di mana datanya tidak terlalu kuat," ucap Tildesley.