REPUBLIKA.CO.ID, MILAN -- Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte, Sabtu (23/1), mengkritik keras beberapa perusahaan farmasi yang mengurangi kuota pengiriman vaksin Covid-19.
Ia memperingatkan bahwa berkurangnya jatah vaksin berpotensi melanggar kontrak pembelian vaksin Covid-19. Italia harus menyusun kembali program vaksinasinya jika ada masalah persediaan, kata seorang pejabat senior memperingatkan.
Pejabat tersebut menerangkan bahwa pemerintah harus memangkas kuota vaksinasi hariannya sampai lebih dari dua pertiga dari jumlah yang telah direncanakan. Pfizer Inc, perusahaan farmasi asal Amerika Serikat, minggu lalu mengatakan pengiriman vaksin Covid-19 ke beberapa negara Eropa akan terhambat karena ada perubahan lokasi produksi vaksin. Namun, pemindahan itu diyakini akan mempercepat distribusi vaksin Covid-19 ke depannya.
Seorang pejabat senior Pemerintah Italia pada Jumat (22/1) menyampaikan bahwa AstraZeneca Plc telah memberi informasi ke Uni Eropa (EU) soal akan ada pengurangan jatah vaksin ke EU sampa 60 persen karena ada masalah produksi.
"Ini tidak dapat diterima," kata Conte sebagaimana dikutip dari unggahannya di media sosial Facebook. "Rencana vaksinasi kami ... telah disesuaikan dengan kontrak pembelian yang disepakati oleh perusahaan-perusahaan farmasi dan Komisi Eropa," kata Conte.
Italia saat ini menggunakan vaksin buatan Pfizer danModerna, sementara Astra Zeneca masih menunggu izin pakai darurat di seluruh EU. Pemerintah Italia mengungkapkan jatah vaksin yang dikirimkan Pfizer berkurang sampai 29 persen dari kuota yang telah disepakati pada minggu ini. Jatah pengiriman vaksin juga akan berkurang 20 persen minggu depan.
Kepala dewan kesehatan di Italia, Franco Locatelli, saat acara jumpa pers mengatakan pengiriman vaksin diharapkan kembali normal pada 1 Februari 2021. Namun, kuota harian vaksinasi di Italia telah menurun dari 90.000 dosis per hari pada dua minggu lalu jadi 20.000-25.000 per hari pada beberapa hari terakhir, kata Locatelli.
Pemerintah Italia mengancam akan menuntut Pfizer.