Senin 25 Jan 2021 13:02 WIB

Dua Alat Menyucikan Diri dalam Islam

Ada dua alat mensucikan diri dalam Islam.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Hafil
Dua Alat Mensucikan Diri dalam Islam. Foto: Berwudhu/Ilustrasi
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Dua Alat Mensucikan Diri dalam Islam. Foto: Berwudhu/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mensucikan diri merupakan kewajiban yang harus diikuti seorang Muslim sebelum beribadah. Allah SWT selalu mengutamakan kesucian dan kebersihan.

Dalam Kajian Bedah Buku 'Bimbingan Islam untuk Hidup Muslimah', Ustaz Ahmad Hatta menyebut suci yang diajarkan Islam ada dalam dua hal. Yaitu, suci di dalam atau hati serta suci di luar atau lahiriah.

Baca Juga

"Untuk menyucikan diri secara fisik atau lahiriah, ada dua alat yang bisa digunakan, yakni air dan tanah yang suci," ujarnya dalam kajian yang digelar secara virtual, Senin (25/1).

Dalam QS An-Nisa ayat 43, Allah SWT menjelaskan pentingnya menyucikan diri. Dalam surat itu disebutkan, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu".

Air suci dibagi ke dalam dua jenis, yakni Muthlaq dan Musta'mal. Muthlaq berarti asli dan belum berubah sifatnya, sementara Musta'mal berarti air yang sudah dipakai namun bisa digunakan untuk bersuci.

Dalam QS Al-Furqan ayat 48, Allah SWT bersabda, "Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih".

Makna bersuci secara fisik bisa berarti membersihkan diri dari hadats maupun najis. Hadats adalah kondisi yang membuat seseorang menjadi tidak suci karena perara kecil maupun besar. Sementara najis merupakan kondisi yang membuat kita terkena kotoran sehingga menjadi tidak suci.

"Misal, kita buang air setelah wudhu, maka ini menjadi batal, tapi tidak ada najis. Ini namanya kondisi tidak suci. Hadats kecil menyucikannya dengan wudhu, sementara hadats besar dengan mandi wajib," kata dia.

Najis merupakan keadaan tidak suci akibat terkena kotoran. Maka, jika seorang Muslim terkena najis, kotoran tersebut harus dihilangkan lalu ia bersuci. Najis dibagi menjadi beberapa jenis, mulai dari rungan, sedang, serta besar.

Najis ringan atau Mukhaffafah disebabkan air kencing bayi laki-laki yang belum berusia dua tahun. Najis ini tergolong ringan dan cara membersihkannya cukup memercikkan air ke bagian tubuh yang terkena najis.

Jenis najis kedua yaitu sedang atau mutawwasithah. Kotoran yang masuk jenis najis kedua ini antara lain, kotoran manusia, darah haid, air mani yang cair, minuman keras, kotoran hewan yang haram dimakan, bangkai hewan kecuali bangkai manusia, ikan dan belalang.

"Najis sedang dibersihkan dengan mencuci hingga hilang warna, bau dan rasanya. Gunakan air mengalir, gosok-gosok bagian tubuh yang terkena najis," kata Ustaz Hatta.

Terakhir, najis besar atau Mughalladah. Najis ini antara lain menyentuh atau disentuh babi, terkena air liur anjing baik secara sengaja ataupun tidak disengaja. Untuk membersihkan, bisa menggunakan air sebanyak tujuh kali yang diawali dengan tanah.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement