REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS – Badan Anak-Anak PBB (UNICEF) memperkirakan lebih 2,4 juta anak di Suriah yang dilanda perang kehilangan pendidikan pada Ahad. Ada sepertiga sekolah hancur atau dikomando oleh para pejuang dan angka tersebut kian meningkat.
“Setelah hampir sepuluh tahun perang di Suriah, lebih dari separuh anak terus kehilangan pendidikan. Jumlah ini kemungkinan meningkat pada 2020 karena dampak pandemi Covid-19 yang memperburuk gangguan pendidikan di Suriah,” kata Kepala UNICEF untuk Timur Tengah dan Afrika Utara Ted Chaiban dalam sebuah pernyataan.
Menurut dia, sistem pendidikan di Suriah kekurangan dana dan terpecah sehingga tidak bisa memberikan layanan yang aman, adil, dan berkelanjutan kepada jutaan anak. Perang saudara Suriah muncul pada tahun 2011 setelah penindasan kekerasan terhadap protes dan berubah cepat menjadi konflik kompleks.
Banyak pihak yang terlibat, termasuk kelompok jihadis dan kekuatan asing. Lebih dari 387 ribu orang telah terbunuh dan lebih dari setengah populasi Suriah sebelum perang yang berjumlah 20 juta orang terpaksa mengungsi dari rumah mereka.
“Satu dari tiga sekolah di Suriah tidak dapat lagi digunakan karena hancur, rusak, atau digunakan untuk tujuan militer,” tambah pernyataan itu.
Dikutip Al Arabiya pada Senin (25/1), UNICEF menyebut sekolah-sekolah yang tetap beroperasi sering kali penuh sesak dan terletak di gedung dengan fasilitas air dan sanitasi yang tidak memadai, termasuk listrik, pemanas, atau ventilasi. UNICEF mengatakan pihaknya mengonfirmasi 52 serangan terhadap fasilitas pendidikan tahun lalu, menjadikan hampir 700 jumlah pelanggaran yang dikonfirmasi PBB terhadap sekolah dan staf pengajar.