REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Sapto Andika Candra, Dessy Suciati Saputri
Pandemi Covid-19 telah membawa banyak dampak buruk dalam kehidupan manusia. Faktor kehilangan atau berkurangnya ekonomi orang tua mengakibatkan banyak anak balita Indonesia diprediksi gagal tumbuh.
Kasus stunting atau gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis yang sebelumnya angkanya sudah tinggi di Indonesia, diperkirakan meningkat sebagai dampak pandemi. "Angka stunting kita masih relatif tinggi, yaitu 27,6 persen pada 2019 dan diperkirakan pada 2020 terjadi kenaikan akibat dari wabah Covid-19," kata Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, Senin (25/1).
Pemerintah berupaya menurunkan angka kasus stunting sehingga mendekati 14 persen pada 2024. Menurut perhitungan pemerintah, guna mencapai target angka stunting 14 persen pada 2024, setiap tahun persentase kasus stunting harus diturunkan 2,7 persen.
"Ini adalah sesuatu target yang luar biasa besar. Presiden memberikan arahan agar ada langkah-langkah yang luar biasa," kata Muhadjir.
"Caranya adalah alokasi anggaran yang selama ini tersebar di 20 kementerian dan lembaga diminta supaya difokuskan kepada beberapa kementerian yang memang memiliki perpanjangan tangan langsung ke bawah, dengan demikian hanya beberapa kementerian dan lembaga," ia menambahkan.
Saat ini, sebanyak 54 persen dari angkatan kerja di Indonesia saat ini adalah penyintas stunting.
Untuk memperbaikinya di generasi terkini, pemerintah mencoba memperbaiki manajemen pengurangan angka stunting. Manajemen dianggap menjadi celah kekurangan dalam program pengurangan angka stunting selama ini, di samping anggaran yang sebenarnya sudah tersedia dengan cukup.
"Kenapa angka stunting ini menjadi perhatian Bapak Presiden? Karena kita tahu bahwa kalau anak sudah terlanjur kena stunting pada usia 1.000 hari awal kehidupan maka perkembangan kecerdasannya tidak akan bisa optimal sampai nanti dewasa mencapai usia produktif," ujarnya.
Presiden Joko Widodo memerintahkan BKKBN menjadi lembaga yang memimpin upaya untuk mencapai target penurunan angka stunting. Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo, mengemukakan upaya mencapai target penurunan kasus stunting menjadi 14 persen pada 2024 merupakan tugas menantang. Alasannya, dalam lima tahun terakhir penurunan kasus stunting per tahun hanya sekitar 1,6 persen.
"Saya sampaikan dalam rapat tadi bahwa dalam empat tahun ke depan ada sekitar 20 juta bayi baru yang akan lahir dan kalau angka existing (yang ada) sekarang 27 persen, maka akan ada hampir sepertiga atau sekitar tujuh juta yang stunting. Tapi pada 2024 kami harus menekan angka 7,2 juta itu menjadi hanya 3,4 juta, itu tugas yang cukup menantang," kata Hasto.
Guna mencapai target penurunan kasus stunting, jumlah anak yang gagal tumbuh karena kekurangan gizi kronis tidak boleh lebih dari 680 ribu per tahun. "Harus di bawah itu, bila tidak di bawah itu, maka capaian 14 persen akan sulit," kata Hasto.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan. Kondisi itu mempengaruhi tumbuh kembang otak anak serta menyebabkan anak lebih berisiko menderita penyakit kronis setelah dewasa.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga dengan prevalensi stunting tertinggi di Asia pada 2017 dengan angka kasus mencapai 36,4 persen. Menurut data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, angka kasus stunting di Indonesia sudah turun menjadi 27,6 persen.