Senin 25 Jan 2021 16:54 WIB

Mentan: Kedelai Butuh Patokan Harga Acuan

Pemerintah tak perlu berusaha keras mendorong petani agar mau membudidayakan kedelai.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Gita Amanda
 Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo mengatakan tengah menyiapkan komoditas kedelai agar masuk dalam kelompok bahan pangan strategis.
Foto: Antara/Fauzan
Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo mengatakan tengah menyiapkan komoditas kedelai agar masuk dalam kelompok bahan pangan strategis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo mengatakan tengah menyiapkan komoditas kedelai agar masuk dalam kelompok bahan pangan strategis yang diprioritaskan Kementerian Pertanian. Menurut dia, perlu adanya harga acuan bagi kedelai agar kepastian petani terjaga.

"Apakah kita pernah swasembada kedelai? Pernah jaman Soeharto. Tapi ada hpp (harga pembelian pemerintah) hadir dengan enam kali lebih besar dari harga beras," kata Syahrul dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR, Senin (25/1).

Baca Juga

Ia mengatakan, jika kebijakan harga berpihak pada petani, pemerintah tak perlu berusaha keras mendorong petani agar mau membudidayakan kedelai. Syahrul membeberkan, keuntungan yang diterima dari petani kedelai saat ini sangat kecil dibanding komoditas jagung maupun padi yang sama-sama kelompok tanaman pangan.

"Kondisi harga kedelai sekarang, untung Rp 1,5 juta sampai Rp 2 juta per hektare sudah terlalu bagus. Jagung itu Rp 4 juta-Rp 5 juta, padi Rp 5 juta-Rp 6 juta. Jadi mau dipaksa tanam kedelai apapun mungkin nggak bisa," katanya.

Sebagai gambaran, rata-rata harga kedelai petani saat ini berkisar di atas Rp 6.000 hingga Rp 9.000 per kg. Adapun, kata Syahrul, biaya produksi kedelai sudah mencapai di atas Rp 6.000 per kg. Oleh karena itu, harga jual kedelai petani pasti berada di atas Rp 6.000 per kg.

Sementara itu, harga normal kedelai impor tiba di tingkat pengrajin hanya Rp 6.000 per kg sampai Rp 7.000 per kg. "Jadi tidak bisa petani kita dihadapkan head to head dengan petani Brazil, Kanada, Amerika," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement