REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menceritakan pemerintah menerima daftar 280 kandidat yang mencalonkan diri menjadi dewan pengawas Lembaga Pengelola Investasi (LPI) dana abadi atau Indonesia Investment Authority (INA). Namun, hanya tiga orang yang dinyatakan lolos seleksi sampai tahap akhir.
Sri menuturkan, proses seleksi dilakukan dengan sangat ketat dan dalam jangka waktu pendek karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta untuk segera menyelesaikannya.
Sebanyak 280 kandidat itu dievaluasi, hingga terseleksi menjadi lebih dari 20 orang. Mereka melalui proses wawancara bersama panitia seleksi hingga pemeriksaan latar belakang.
Dari jumlah itu, panitia seleksi kemudian mengerucutkan lagi menjadi enam orang kandidat terbaik untuk disampaikan ke Presiden Jokowi. "Dari enam, Presiden memutuskan tiga orang dan dikonsultasikan ke DPR," ucap Sri dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR secara virtual pada Senin (25/1).
Sri mengatakan, beberapa kriteria sudah ditetapkan pemerintah untuk memilih dewan pengawas. Di antaranya, harus memiliki pengalaman lebih dari dua dekade secara profesional dan pernah bekerja di institusi terbuka. Misal, 15 institusi terbaik global atau 10 institusi terbaik nasional yang bergerak diberbagai bidang seperti manajemen aset.
"Klasifikasinya juga yang pernah memimpin perusahaan berskala besar," ujar Sri yang juga menjadi bagian dari panitia seleksi.
Sri menyebutkan, pemilihan dewan pengawas dimulai pada pertengahan Desember dan rampung pada 9 Januari. Panitia kemudian menyampaikan daftar calon kepada Jokowi tiga hari setelahnya untuk disampaikan kembali ke DPR melalui surat.
Saat ini, Sri menuturkan, ketiga calon dewan pengawas telah menerima persetujuan dari Ketua DPR Puan Maharani. Mereka adalah Darwin Cyril Noerhadi, Yozua Makes, dan Haryanto Sahari.
Ketiganya diberi tugas berbeda-beda dengan periode kerja yang tidak sama. Sri menyebutkan Darwin akan menjabat hingga lima tahun, sementara Yozua selama empat tahun, dan Haryanto selama tiga tahun.
Perbedaan masa jabatan ini bukan tanpa sebab. "Kalau ada perubahan, tidak dilakukan secara bersama-sama diganti, ada staggering seperti Bank Indonesia," ucap Sri.