Selasa 26 Jan 2021 01:43 WIB

Komisi IX DPR: Jangan Sampai Vaksin Mandiri Jadi Blunder

Vaksin Covid-19 merupakan hak untuk semua warga Indonesia.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Vaksinator menyuntikan vaksin COVID-19 Sinovac ke seorang tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Loekmono Hadi, Kudus, Jawa Tengah Senin (25/1/2021). Dinas kesehatan Kabupaten Kudus mulai menyuntikkan vaksin COVID-19 Sinovac tahap pertama kepada 5.618 tenaga kesehatan yang ditargetkan selesai dalam empat hari ke depan.
Foto: ANTARA/Yusuf Nugroho
Vaksinator menyuntikan vaksin COVID-19 Sinovac ke seorang tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Loekmono Hadi, Kudus, Jawa Tengah Senin (25/1/2021). Dinas kesehatan Kabupaten Kudus mulai menyuntikkan vaksin COVID-19 Sinovac tahap pertama kepada 5.618 tenaga kesehatan yang ditargetkan selesai dalam empat hari ke depan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR Muchamad Nabil Haroen menanggapi adanya vaksin mandiri Covid-19 yang saat ini tengah diwacanakan. Jika benar ada, ia meminta agar mekanismenya harus jelas agar tak membingungakan masyarakat.

"Jangan sampai menjadi blunder dalam opini publik. Maka, harus jelas mekanisme dan komunikasi internal ke rakyat kita," ujar pria yang akrab disapa Gus Nabil itu, Senin (25/1).

Baca Juga

Ia mengatakan, vaksin Covid-19 saat ini merupakan hak untuk semua warga Indonesia. Negara harus dapat menjaminnya sebagai tanggung jawab dari pemerintah.

"Jika syarat, mekanisme dan sosialisasinya jelas, maka tidak ada perseteruan. Selama ini, komunikasi publik memang harus diperbaiki," ujar Gus Nabil.

Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani meminta pemerintah untuk fokus terlebih dahulu pada vaksin gratis Covid-19 untuk masyarakat. Daripada mewacanakan adanya vaksin mandiri yang dapat membingungkan masyarakat.

Pemerintah seharusnya menjamin terlebih dahulu pendistribusian vaksin ke berbagai daerah. Khususnya, di daerah pelosok dan kawasan 3T (terdepan, terpencil, dan terluar).

"Pastikan bahwa vaksin, cold chain, dan sarana logistik pendukung vaksinasi semua aman. Yang tidak kalah penting mitigasi dan tata kelola Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI)," ujar Netty kepada wartawan, Senin (25/1).

Di samping itu, wacana vaksin mandiri dapat memantik isu sensitif di tengah masyarakat. Bahwa orang yang memiliki uang dapat membeli dan memilih vaksin yang diinginkan.

"Belum lagi persoalan data penerima vaksin yang menuai sengkarut. Alhasil, tujuan vaksinasi untuk membentuk herd immunity ini pun terancam gagal," ujar Netty.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) masih mengkaji izin vaksin mandiri Covid-19. Regulator masih mendengarkan usulan dan kajian masalah ini dari banyak pihak.

"Terkait vaksin mandiri, seperti yang saya sampaikan bahwa kami masih mengkaji dan memfinalkan terkait rencana ini," ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Ditjen P2P Kemenkes Siti Nadia Tarmizi.

Dia mengaku, Kemenkes mendengarkan masukan dari berbagai pihak, termasuk mekanismenya seperti apa hingga opsi-opsi. Namun, dia menegaskan, ini masih dalam pembahasan yang lebih matang.

"Kami masih konsultasi dan belum diputuskan secara final. Jadi, bersabar saja dulu," ujar perempuan yang juga menjabat juru bucara vaksinasi Covid-19 dari Kemenkes ini.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement