REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Seorang pengunjuk rasa Tunisia yang terluka dalam bentrokan dengan polisi telah meninggal di rumah sakit. Peristiwa ini pun menyebabkan lebih banyak konfrontasi dengan kekerasan antara demonstran dan layanan keamanan di kota Sbeitla.
Laporan media pemerintah TAP pada Senin (25/1) menyatakan Kantor Kejaksaan di Kasserine, kota terbesar di dekat Sbeitla, sekitar tiga jam di selatan Tunis telah memerintahkan autopsi untuk menentukan penyebab kematian Haykel Rachdi. Setelah berita kematiannya, sekelompok pemuda mencoba menyerbu dan membakar kantor polisi di Sbeitla yang menyebabkan lebih banyak bentrokan.
Keluarga Rachdi mengatakan kepada media lokal bahwa anggota keluarganya itu dikejutkan oleh tabung gas air mata setelah bergabung dengan protes yang meletus bulan ini. Protes ini dilakukan dalam rangka peringatan revolusi Tunisia 2011 yang membawa demokrasi.
Berita meninggalnya Rachdi menaikkan suhu menjelang demonstrasi atas ketidaksetaraan dan pelanggaran polisi yang direncanakan di Tunis dan kota-kota lain dan didukung oleh kelompok-kelompok hak asasi pada Selasa (26/1).
Meskipun Tunisia memiliki pemilihan umum yang terbuka dan kebebasan berbicara yang lebih besar, revolusinya telah gagal memberikan manfaat materi bagi sebagian besar warga negara. Negara ini masih menghadapi ekonomi yang telah goyah selama bertahun-tahun dan layanan publik yang menurun.