REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Iran telah meminta Indonesia menjelaskan alasan penyitaan kapalnya, sehari setelah Jakarta mengumumkan penangkapan dua kapal tanker, masing-masing berbendera Iran dan Panama, di perairannya.
Otoritas Indonesia menangkap kapal berbendera Iran MT Horse dan kapal Panama MT Freya atas dugaan transfer bahan bakar minyak ilegal di perairan Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar) pada Ahad (24/1). Yang menangkap kedua kapal adalah Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Iran, Saeed Khatibzadeh mengatakan, penyitaan itu karena "masalah teknis dan itu terjadi di bidang perkapalan". "Organisasi Pelabuhan kami dan perusahaan pemilik kapal sedang mencari penyebab masalah ini dan menyelesaikannya," kata Khatibzadeh di Teheran yang disiarkan televisi, Senin (25/1).
Juru Bicara Bakamla, Wisnu Pramandita mengatakan, kapal tanker itu dikawal ke Pulau Batam di Provinsi Kepulauan Riau untuk penyelidikan lebih lanjut. Kepada Reuters pada Senin, Wisnu mengatakan, kapal itu "tertangkap tangan" sedang memindahkan minyak dari MT Horse ke MT Freya.
Dia menegaskan, ada tumpahan minyak di sekitar kapal tanker penerima. Wisnu menambahkan, sebanyak 61 awak kapal adalah warga negara Iran dan China dan telah ditahan. Kedua kapal tanker, masing-masing mampu membawa 2 juta barel minyak, terakhir terlihat awal bulan ini di lepas pantai Singapura, berdasarkan data pengiriman di Refinitiv Eikon.
Data itu menunjukkan bahwa kapal MT Horse, milik National Iranian Tanker Company (NITC), hampir terisi penuh dengan minyak sementara MT Freya, yang dikelola oleh Shanghai Future Ship Management Co, kosong.
Ketika diminta untuk mengomentari kapal tanker yang disita itu, Menteri Perminyakan Iran Bijan Zanganeh mengatakan kepada wartawan bahwa "kapal itu membawa minyak [...] masalah ini sedang ditindaklanjuti oleh Iran".
Organisasi Maritim Internasional mengharuskan kapal menggunakan perangkat sinyal atau transponder untuk keselamatan dan transparansi. Kru bisa mematikan perangkat jika ada bahaya pembajakan atau bahaya serupa.
Namun, transponder sering kali dimatikan untuk menyembunyikan lokasi kapal selama aktivitas terlarang.
"Kapal tanker, pertama kali terdeteksi pada pukul 5.30 waktu setempat (21.30 GMT pada 23 Januari) menyembunyikan identitas mereka dengan tidak menunjukkan bendera nasional mereka, mematikan sistem identifikasi otomatis, dan tidak menanggapi panggilan radio," kata Wisnu dalam sebuah pernyataan.