REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Subdit V Siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jatim membongkar jaringan prostitusi anak di bawah umur yang dilakukan melalui jejaring sosial Facebook dan Whatsapp. Polisi menetapkan dengan tersangka berinisal AP (21) asal Waru, Sidoarjo.
"Tersangka AP kami tangkap di rumahnya setelah Ditreskrimsus Polda Jatim melakukan patroli siber," kata Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Gatot Repli Handoko saat merilis kasus tersebut di Surabaya, Selasa.
Gatot mengatakan, polisi sebelumnya juga melakukan penggerebekan di salah satu hotel di wilayah perbatasan Surabaya dan Sidoarjo. Lokasi itu menjadi tempat korban yang masih di bawah umur itu melayani pelanggan.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jatim AKBP Zulham Effendi menyatakan saat ini muncikari AP masih berstatus sebagai seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi. Modus operasi yang dipakai muncikari AP ialah menjual korban kepada pelanggan melalui media sosial Facebook.
"Dari patroli yang dilakukan Ditreskrimsus Polda Jatim, ditemukan chat prostitusi di media sosial Whatsapp dan Facebook. Dari situ polisi akhirnya kami mengamankan AP di rumahnya," kata Zulham Effendi.
Polisi saat ini masih mendalami kasus tersebut karena disinyalir adanya korban lain dari muncikari AP. "Korban yang dijual ini masih berusia 15 tahun. Tersangka AP menawarkan korban dengan tarif yang bervariasi, mulai dari Rp500 ribu sampai Rp2 juta," ujarnya
Sebelum menawarkan ke pelanggan, tersangka ini mengirimkan foto kepada konsumen. Jika harga telah disepakati kedua belah pihak, selanjutnya korban akan diantarkan ke lokasi yang telah ditentukan.
"Antara tersangka dan korban ini sudah saling kenal. Sehingga korban tidak keberatan dan mau dijajakan oleh tersangka melalui media sosial," tutur Zulham
Adapun barang bukti yang diamankan oleh polisi satu buah ponsel milik tersangka, dan percakapan tersangka dengan pelanggan melalui Whatsapp. Atas perbuatannya AP dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman enam tahun dan denda Rp1 miliar.