REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejakgung) Ali Mukartono mengatakan, pemidanaan bukan satu-satunya fokus penyidikan dugaan korupsi dan penyimpangan pengelolaan dana PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri). Ali mengatakan pengembalian kerugian negara, juga harus menjadi prioritas penyidikan, dan penuntutan para tersangka.
Sebab itu, kata Ali, dalam penyidikan, beberapa penyitaan aset terkait kasus Asabri akan tetap dilakukan. "Karena DPR kan mengatakan (meminta), yang penting juga ada pengembalian klaim (kerugian) negara. Maka perlu penyitaan aset. Semaksimal mungkin untuk mencari aset lagi untuk mengganti kerugian negara," jelasnya di gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, Jakarta, Selasa (26/1).
Sampai saat ini, kata Ali, proses peyidikan Asabri masih terus dilakukan. Sudah sekitar 24 orang saksi dipanggil untuk dimintai keterangan. Termasuk meminta penjelasan terhadap para mantan direktur utama yang berasal dari kalangan purnawirawan tentara. Namun, kata Ali, belum ada penetapan tersangka. Meski demikian, kata Ali, sudah ada tujuh nama potensial untuk ditetapkan sebagai tersangka.
Dari beberapa potensi tersangka tersebut, kata Ali, memang ada dua nama yang sudah berstatus terpidana dalam kasus serupa di PT Asuransi Jiwasraya. Ali menerangkan, dalam kasus Jiwasraya, selama penyidikan sejak 2019, timnya melakukan penyitaan aset setotal Rp 18 triliun. Penyitaan tersebut, melebihi angka kerugian negara setotal Rp 16,8 triliun. Para terpidana seumur hidup dalam kasus Jiwasraya, yakni kalangan pebisnis, Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat, dan Joko Hartono Tirto. Dan tiga para mantan direksi, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, serta Syahmirwan.