REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami aliran uang korupsi pengadaan kegiatan penjualan dan pemasaran pada PT Dirgantara Indonesia (DI) ke para pejabat di Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). Pada Selasa (26/1), penyidik meminta keterangan kepada mantan Sekretaris Kemensetneg, Taufik Sukasah dan Kepala Biro Umum Kemensetneg, Piping Supriatna.
"Kedua saksi tersebut didalami pengetahuannya terkait adanya dugaan penerimaan sejumlah dana oleh pihak-pihak tertentu di Setneg terkait proyek pengadaan service pesawat PT Dirgantara Indonesia," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam pesan singkatnya, Selasa (26/1).
Sedianya tim penyidik pada hari ini juga memeriksa eks Kepala Biro Umum Kemensetneg Indra Iskandar. Namun, Indra tak memenuhi panggilan penyidik KPK. "Yang bersangkutan memberikan konfirmasi untuk dilakukan penjadwalan kembali pada hari Jumat (29/1)," ujar Ali.
KPK telah mengumumkan Budiman sebagai tersangka baru dalam pengembangan kasus di PT DI pada 22 Oktober 2020. Dalam kasus itu, KPK juga melakukan penyidikan untuk tiga orang lainnya, yaitu Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan PT DI tahun 2007-2014 dan terakhir menjabat Direktur Produksi PT DI tahun 2014-2019 Arie Wibowo (AW), Dirut PT Abadi Sentosa Perkasa Didi Laksamana (DL), dan Dirut PT Selaras Bangun Usaha Ferry Santosa Subrata (FSS).
Selain itu, mantan Direktur Utama PT DI, Budi Santoso dan mantan Kepala Divisi Penjualan PT DI, Irzal Rinaldi Zailani saat ini dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung. Dalam konstruksi kasus disebut, tersangka Budiman menerima kuasa dari Budi Santoso sebagai Direktur Utama PT DI untuk menandatangani perjanjian kemitraan dengan mitra penjualan.
Selain itu, Budiman memerintahkan Kadiv Penjualan PT DI agar memproses lebih lanjut tagihan dari mitra penjualan meskipun mengetahui mitra tidak melakukan pekerjaan pemasaran. Diduga kerugian negara dalam kasus tersebut sekitar Rp 202 miliar dan 8,6 juta dolar AS.
Sedangkan Budiman diduga menerima aliran dana Rp 686.185.000. Selain itu, dalam kasus tersebut, KPK juga telah menyita uang serta properti dengan nilai sekitar Rp 40 miliar.