REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Kepolisian Resor Kota (Polresta) Mataram mempersilakan mantan anggota DPRD NTB berinisial AA (65 tahun) yang menjadi tersangka kasus dugaan asusila terhadap anak kandungnya untuk mengajukan penangguhan penahanan.
"Itu haknya tersangka," kata Kapolresta Mataram Kombes Heri Wahyudi di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Selasa (27/1).
Namun demikian, Heri mengatakan, penyidik untuk saat ini belum dapat mengabulkan apabila dari pihak tersangka mengajukannya. "Tetapi untuk sementara kita tidak bisa kabulkan," ujarnya.
Pertimbangan kuat penyidik akan menolaknya, menurut Heri, dilihat dari konstruksi kasus AA. Dia menyebut, kasus itu dapat membuka peluang tersangka untuk mengulangi perbuatannya.
"Umumnya seperti itu, kita tidak kabulkan agar yang bersangkutan tidak mengulangi perbuatannya, menghilangkan barang bukti dan menyulitkan proses penyidikannya yang sekarang sedang berjalan," ucap Heri.
Korban dalam kasus ini adalah anak kandungnya dari istri kedua. Korban yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas itu melaporkan perbuatan ayahnya ke Polresta Mataram, Selasa (19/1).
Kuasa hukum tersangka AA, Nurdin Dino, enggan berkomentar tentang kleiannya. Dia mengaku, hanya memastikan pendampingan hukum dapat dilakukan dengan mengedepankan hak kliennya.
Sebagai tersangka, AA dijerat Pasal 82 Ayat 2 Perppu Nomor 1 Tahun 2016 juncto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35/2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Sesuai sangkaan, AA terancam pidana kurungan paling lama 15 tahun penjara dengan denda Rp 5 miliar ditambah sepertiga ancaman hukuman dari pidana pokoknya.