Rabu 27 Jan 2021 08:17 WIB

Jenderal Israel Desak AS Tolak Kembali ke Perjanjian Nuklir

Jenderal Israel sebut kembalinya AS ke perjanjian nuklir Iran merupakan langkah salah

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Sebuah foto yang mengilustrasikan peluncuran misil militer Iran di kota Bushehr, pada akhir Desember 2016. Jenderal Israel sebut kembalinya AS ke perjanjian nuklir Iran merupakan langkah yang salah.
Foto: Amir Kholousi, ISNA via AP
Sebuah foto yang mengilustrasikan peluncuran misil militer Iran di kota Bushehr, pada akhir Desember 2016. Jenderal Israel sebut kembalinya AS ke perjanjian nuklir Iran merupakan langkah yang salah.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Jenderal tertinggi Israel, Aviv Kohavi, mengatakan militer memperbarui rencana operasionalnya melawan Iran, Selasa (26/1). Dia menegaskan setiap keputusan Amerika Serikat (AS) kembali ke perjanjian nuklir 2015 dengan Iran merupakan langkah yang salah.

"Kembali ke perjanjian nuklir 2015, atau bahkan jika itu adalah kesepakatan serupa dengan beberapa perbaikan, adalah buruk dan salah dari sudut pandang operasional dan strategis," kata Kohavi dalam pidatonya di Tel Aviv University Studi Keamanan Nasional.

Baca Juga

Kohavi mengatakan tindakan Iran dalam melanggar batasan yang ditetapkan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) menunjukkan pada akhirnya dapat memutuskan untuk maju dengan cepat untuk membangun senjata nuklir. "Berdasarkan analisis fundamental ini, saya telah menginstruksikan Pasukan Pertahanan Israel untuk menyiapkan sejumlah rencana operasional, selain yang sudah ada,” katanya.

Pernyataan tersebut merupakan sinyal nyata bagi Presiden AS Joe Biden untuk berhati-hati dalam setiap hubungan diplomatik dengan Iran. Komentar dari kepala staf militer Israel tentang pembuatan kebijakan AS jarang terjadi dan kemungkinan besar telah disetujui sebelumnya oleh pemerintah Israel.

"Terserah pemimpin politik, tentu saja, untuk memutuskan implementasinya, tetapi rencana ini harus dibahas," kata Kohavi.

Pendahulu Biden, Donald Trump, meninggalkan perjanjian nuklir pada 2018 dan disambut baik oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Israel mengkritik keringanan sanksi yang ditawarkan dan memperingatkan kemungkinan pengembangan senjata nuklir Iran setelah kedaluwarsa.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan pekan lalu bahwa negara itu masih jauh dari keputusan akan bergabung kembali dengan kesepakatan. Washington perlu melihat kemungkinan sebenarnya yang dilakukan Iran untuk melanjutkan mematuhi pakta tersebut.

Sejak Washington menarik diri dari kesepakatan itu, Iran secara bertahap telah melanggar batas-batas utamanya. Teheran membangun persediaan uranium yang diperkaya rendah, memperkaya uranium ke tingkat kemurnian yang lebih tinggi, dan memasang sentrifugal dengan cara yang dilarang oleh kesepakatan tersebut.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement