REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Parlemen Tunisia menyetujui perombakan Kabinet pada Selasa (26/1). Keputusan ini memperdalam konflik antara Perdana Menteri Hichem Mechichi dan Presiden Kais Saied .
Perdana Menteri Mechichi menunjuk 11 menteri baru dan berharap hal itu akan menyuntikkan dukungan ke dalam pemerintahannya. Namun, Presiden Saied mengindikasikan akan menolak perombakan Kabinet, mengutuk ketidakhadiran perempuan di antara para menteri baru. Dia mengatakan pada Senin (25/1) beberapa kemungkinan anggota Kabinet baru mungkin memiliki konflik kepentingan.
Saied menunjuk Mechichi sebagai perdana menteri tahun lalu. Akan tetapi mempermasalahkan beberapa langkahnya dan penentangan terbarunya ketika tidak setuju dengan perombakan Kabinet dan bersumpah pada setiap menteri yang dicurigai melakukan korupsi.
Selain masalah di dalam pemerintahan, Tunisia pun berhadapan dengan demonstrasi yang berujung bentrokan. Polisi antihuru-hara mengarahkan meriam air pada pengunjuk rasa di luar parlemen pada Selasa pagi demi mencoba memadamkan unjuk rasa terbesar sejak demonstrasi dimulai bulan ini.
Ratusan pengunjuk rasa telah berbaris dari distrik Ettadhamen di ibu kota Tunis dan ratusan lainnya bergabung di dekat parlemen. "Anak-anak muda yang memprotes di luar parlemen mengingatkan kami pada prioritas kami. Protes mereka sah dan pemerintah akan mendengarkan pemuda yang marah,” kata Saied.
Polisi memblokir pawai dengan barikade untuk mencegah pengunjuk rasa mendekati gedung parlemen tempat anggota parlemen memperdebatkan perombakan pemerintah. "Pemerintah yang hanya menggunakan polisi untuk melindungi diri dari rakyat, tidak memiliki legitimasi lagi,” kata seorang pengunjuk rasa, Salem Ben Saleh.
Protes berkobar awal bulan ini dalam peringatan 10 tahun revolusi Tunisia pada 2011. Kelumpuhan politik dan kemerosotan ekonomi telah membebani banyak orang Tunisia sebagai akibat dari pemberontakan.
Kebuntuan politik di Tunisia sejak pemilu pada 2019 telah menghalangi upaya untuk mengatasi masalah ekonomi yang memburuk. Pemberi pinjaman asing dan serikat pekerja utama menuntut reformasi.
Tahun lalu ketika pandemi virus corona global melanda, ekonomi Tunisia menyusut lebih dari delapan persen. Defisit fiskal naik di atas 12 persen dari produk domestik bruto, membengkaknya utang publik menjadi lebih dari 90 persen PDB.