REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Gubernur Sumatra Barat (Sumbar) Irwan Prayitno menegaskan, daerahnya bukanlah provinsi yang intoleran. Malah sebaliknya, menurut Irwan, Sumbar adalah provinsi yang sangat toleran.
Persoalan toleransi di Sumbar, kata dia, sudah berlangsung sejak puluhan tahun. Karena itu, Irwan merasa heran karena masih ada pihak dari luar yang menganggap Sumbar sebagai provinsi yang mengabaikan toleransi terhadap keberagaman.
"Orang minang itu sangat demokratis. Sumbar bukanlah provinsi yang intoleran. Sumbar tidak usah diajari lagi mengenai HAM, karena kami sudah lebih dulu memahami itu," kata Irwan, kepada Republika, Rabu (27/1).
Sikap toleran dan menghormati keberagaman, lanjut Irwan, tidak hanya dipahami masyarakat Sumbar yang ada di kampung halaman. Hal serupa juga diterapkan masyarakat Sumbar yang merantau ke berbagai daerah lain.
Masyarakat Sumbar dikenal sebagai masyarakat perantau yang tersebar di berbagai penjuru negeri sampai mancanegara. Di manapun mereka berada, menurut dia, tidak pernah perantau Sumbar mempersoalkan aturan dan adat istiadat yang dianut oleh penduduk pribumi.
"Orang Minang di rantau itu paham. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Mereka menghormati dan membaur dengan masyarakat lokal," ucap Irwan.
Seperti diketahui Sumbar kembali jadi sorotan karena mencuatnya persoalan seragam berjilbab di SMK N 2 Padang. Di mana ada salah seorang siswi non-Muslim beserta orang tuanya memprotes sekolah karena merasa dipaksa berjilbab.
Karena menjadi viral di media sosial, banyak warga dunia maya memojokkan Sumbar dengan menyebut Sumbar sebagai provinsi yang intoleran. Menurut Irwan, memakai pakaian muslimah seperti memakai baju kurung, rok panjang dan memakai kerudung sudah menjadi identitas budaya di Sumbar dengan adat Minangkabau.
Sehingga, untuk seragam sekolah, siswi yang memeluk Agama Islam memakai pakaian muslimah lengkap dengan jilbab. Sementara bagi siswi yang bukan agama Islam dipersilakan memilih mau ikut seragam muslimah atau tidak.
"Tidak pernah ada paksaan yang beragama non-Islam juga harus berpakaian seperti siswi Islam. Yang terjadi di SMK 2 Padang itu hanya karena ada kekeliruan dari guru BK (bimbingan konseling) yang berkata seakan memakai jilbab ini wajib bagi semua murid," kata Irwan menambahkan.