REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sebanyak 45 anggota Senat Partai Republik mendukung penghentian persidangan pemakzulan Presiden Donald Trump, Selasa (26/1). Upaya ini dilakukan untuk menghentikan tuduhan Trump menjadi pemicu kerusuhan di Gedung Capitol pada 6 Januari.
Senator Republik Rand Paul membuat mosi di Senat yang akan meminta majelis untuk memberikan suara untuk memutuskan persidangan Trump pada Februari melanggar Konstitusi AS. Namun, Senat yang dipimpin Demokrat memblokir mosi dalam pemungutan suara 55-45.
Hanya lima anggota parlemen dari Partai Republik yang bergabung dengan Partai Demokrat untuk menolak langkah tersebut. Jumlah itu jauh dari 17 anggota Partai Republik yang perlu memberikan suara untuk menghukum Trump atas tuduhan pemakzulan.
"Ini adalah salah satu dari beberapa kali di Washington di mana kekalahan sebenarnya adalah kemenangan. 45 suara berarti sidang pemakzulan sudah mati pada saat kedatangan," kata Paul.
Paul dan anggota Partai Republik lainnya berpendapat bahwa proses tersebut tidak konstitusional. Hal ini mempertimbangkan Trump telah meninggalkan jabatannya pada 20 Januari dan persidangan akan diawasi oleh Senator Demokrat, Patrick Leahy, alih-alih oleh Ketua Mahkamah Agung AS John Roberts.
Beberapa senator Partai Republik yang mendukung mosi Paul mengatakan pemungutan suara pada Selasa tidak menunjukkan cara mereka akan menilai bersalah atau tidak bersalah Trump setelah persidangan. "Ini adalah masalah yang sama sekali berbeda sejauh yang saya ketahui," kata Senator Republik Rob Portman.
Pemimpin Mayoritas Senat Demokrat, Chuck Schumer, bergerak untuk menggagalkan mosi Paul. Dia menolak klaim konstitusional Partai Republik sebagai pendapat yang sangat salah. Scumber mengatakan mosi tersebut justru akan memberikan kartu bebas keluar dari penjara konstitusional untuk presiden yang bersalah melakukan pelanggaran.
Ada perdebatan di antara para ahli tentang apakah Senat dapat mengadakan persidangan untuk Trump sekarang setelah dia meninggalkan jabatannya. Banyak ahli mengatakan pemakzulan yang terlambat adalah konstitusional.
Pendapat itu mempertimbangkan alasan bahwa presiden yang terlibat dalam pelanggaran masih dalam masa jabatan seharusnya tidak kebal dari proses. Dia masih dapat diminta pertanggungjawaban. Konstitusi menjelaskan proses pemakzulan dapat mengakibatkan diskualifikasi dari jabatannya di masa depan.