REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sebanyak 16 penyelenggara yang mengajukan perizinan terkait dengan layanan urun dana berbasis efek alias securities crowdfunding per 31 Desember 2020. Hal ini menyusul pembaruan peraturan equity crowdfunding yang hanya berbasis saham menjadi securities crowdfunding yang dituangkan dalam Peraturan OJK atau POJK 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi.
Aturan sebelumnya yakni POJK nomor 37/POJK.04/2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi. Pada aturan yang sudah diperbarui ini, OJK memperluas basis perusahaan tak hanya yang berstatus perseroan terbatas (PT) melainkan mengakomodasi UMKM untuk menghimpun pendanaan melalui pasar modal.
Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2B OJK Ona Retnesti Swaminingrum mengatakan melalui peraturan yang baru ini, instrumen yang diterbitkan jika sebelumnya hanya berbentuk saham, kini diperluas menjadi efek bersifat surat utang dan sukuk (EBUS).
“Respons pasar terkait penerbitan securities crowdfunding ini juga cukup besar, terlihat dari banyaknya penyelenggara yang mengajukan izin kepada OJK. Animonya besar saat ini kalau saya melihat dengan bertambahnya penyelenggara yang mengajukan perizinan ke OJK," ujarnya saat konferensi pers virtual OJK, Rabu (27/1).