REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sejumlah warga yang berprofesi sebagai pengangkut dan memakamkan jenazah Covid-19 di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Cikadut, Kota Bandung, melakukan aksi mogok kerja terhitung hari ini, Rabu (27/1). Mereka mogok kerja karena merasa dituduh melakukan pungutan liar (pungli) kepada ahli waris dan keluarga dari jenazah Covid-19.
Koordinator pengangkut jenazah Covid-19 di TPU Cikadut Fajar Tipana yang akrab disapa Apak mengungkapkan, pihaknya berhenti melakukan pengangkutan dan memakamkan jenazah Covid-19 sebab merasa dituduh dan dihujat terkait pungutan liar (pungli). Ia membantah telah melakukan pungutan liar kepada keluarga atau ahli waris dari jenazah Covid-19.
"Kita keluar keringat, bekerja mengeluarkan menawarkan jasa, si ahli waris memberi dengan rasa ikhlas," ujarnya saat ditemui di TPU Cikadut, Rabu (27/1).
Ia mengatakan, nilai biaya pengangkutan dan pemakaman jenazah Covid-19 bervariasi dan tidak dipatok. Biaya tersebut disepakati bersama antara pihak keluarga atau ahli waris dengan para pengangkut dan pemakaman jenazah.
"Kita enggak ada patokan yang penting keluarga ikhlas. Kadang ada yang ngasih Rp 1,5 juta, tergantung kesepakatan," katanya.
Tiap peti berisi jenazah Covid-19 datang, Fajar mengaku butuh enam orang untuk memikul dan membawanya ke liang lahat. Selanjutnya, sebanyak empat orang lainnya menurunkan peti dan empat orang lainnya mencabut papan penahan peti jenazah. Sedangkan, malam hari dibutuhkan kurang lebih 15 orang mengurus jenazah Covid-19.
Selama itu pula, ia mengaku, kondisi kesehatan dan rekan-rekannya baik dan sehat. Beberapa relawan pun sering kali memberikan sumbangan perlengkapan perlindungan APD.
Fajar membantah jika pihaknya tidak memperhatikan sisi kemanusiaan. Namun, tuduhan yang dialamatkan kepada dirinya dan rekan-rekannya oleh warganet dan pejabat dirasa sudah keterlaluan.
Ia pun menyebutkan, terdapat tiga jenazah Covid-19 yang akan dimakamkan sempat telantar pada Rabu (27/1) pagi hingga siang. Selain itu, para ahli waris yang akhirnya memakamkan jenazah memakai APD yang tidak lengkap.
"Sebenarnya kita juga bukan tidak ada rasa kemanusiaan untuk menolong, namun kita juga memiliki perasaan dihujat netizen dan pejabat, kata-katanya kurang pas," ungkapnya.
Sejak pandemi Covid-19 terjadi, ia bersama teman-temannya berinisiatif menjadi tenaga pengangkut dan memakamkan jenazah Covid-19. Para tenaga pengangkut berasal dari warga sekitar, pemuda, dan dari pihak karang taruna.
"Awalnya, ada delapan orang sekarang ada 36 orang," katanya. Fajar mengaku, aksi mogok kerja dilakukan sebab selama 11 bulan telah diabaikan dan tidak diperhatikan oleh Pemkot Bandung.
"Mungkin saatnya sekarang pemerintah memperhatikan kita, kita ada di sini. Mohon diperhatikan ke depannya mungkin. Pejabat jangan lihat ke atas, lihat ke bawah," ungkapnya.
Ia pun mengapresiasi rencana Pemkot Bandung yang akan merekrut para pengangkut jenazah Covid-19 menjadi pegawia harian lepas (PHL). Namun, pihaknya berharap dapat menjadi PHL secara permanen.
"Ada informasi memang mengakomodir merekrut kita namun merekrut di masa pandemi tidak permanen padahal kita harapan direkrut sebagai PHL permanen," katanya.
Ia pun bersama rekannya akan melakukan aksi mogok bekerja hingga terdapat keputusan yang jelas terkait keberadaan pengangkut jenazah Covid-19. Selain itu, pejabat yang telah menuduh pihaknya telah melakukan pungutan liar agar meminta maaf segera.
In Picture: Perkembangan Kasus Covid-19 di Bandung