Rabu 27 Jan 2021 17:46 WIB

Respons dari Papua: Hukum Berat Pelaku Rasialisme

Hukuman berat diharapkan memberikan efek jera pelaku rasialisme terhadap Papua.

Warga melintas di depan mural bertema Anti Rasisme di Jalan Raya Bogor, Cilodong, Depok, Jawa Barat. Belakangan muncul isu rasialisme terhadap mantan Komisioner HAM, Natalius Pigai yang dilakukan oleh tersangka Ambroncius Nababan. (ilustrasi)
Foto: Yulius Satria Wijaya/ANTARA FOTO
Warga melintas di depan mural bertema Anti Rasisme di Jalan Raya Bogor, Cilodong, Depok, Jawa Barat. Belakangan muncul isu rasialisme terhadap mantan Komisioner HAM, Natalius Pigai yang dilakukan oleh tersangka Ambroncius Nababan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Ali Mansur

Dewan Adat Papua mengharapkan pelaku kasus rasialisme dihukum berat agar menjadi efek jera sehingga kejadian tersebut tidak terulang lagi di masa mendatang. Pernyataan Dewan Adat Papua ini merespons kasus dugaan rasialisme yang dilakukan Ketua Projamin Ambroncius Nababan terhadap mantan Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai.

Baca Juga

Sekretaris II Dewan Adat Papua John Gobay di Jayapura, Rabu (27/1), mengatakan, pihaknya mengharapkan, pelaku tindakan rasialisme tidak hanya dijerat dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Tetapi, pelaku juga dijerat dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

"Kami berharap, dengan hukuman yang berat akan memberikan efek jera dan tidak ada lagi warga yang mengeluarkan postingan di media sosial berbau rasis," kata John.

Dewan Adat Papua berharap pihak kepolisian memberikan tindakan hukum yang tegas dan terukur bagi oknum masyarakat yang terlibat kasus rasialisme. Apalagi, kejadian serupa sudah terjadi berulang kali tidak hanya bagi Natalius Pigai.

"Namun, belum adanya upaya penegakan hukum yang adil," ujarnya John.

Natalius Pigai adalah putra Papua yang menjadi Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia periode 2012-2017. Ia adalah sarjana Ilmu Pemerintahan lulusan sari Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa "APMD" (STPMD "APMD") Yogyakarta pada 1999 dan dikenal sebagai aktivis mahasiswa era 1995-1999 pada masa perjuangan Reformasi.

Menurut John Gobay, Dewan Adat Papua sudah meminta masyarakat di 28 kabupaten dan satu kota tidak terprovokasi dengan dugaan berbau rasialisme yang menimpa Natalius Pigai. Dewan Adat Papua mewakili pihak keluarga Natalius Pigai pada Selasa (26/1) sudah melapor ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Papua.

Pemerintah Provinsi Papua juga mengimbau masyarakat Bumi Cenderawasih untuk tidak terprovokasi isu rasialisme yang belakangan marak diperbincangkan. Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Provinsi Papua Jery Yudianto di Jayapura, Selasa (27/1), mengatakan, masyarakat telah diminta untuk tenang dan bersabar.

"Masyarakat Papua diharapkan dapat bersikap sabar dan tidak mudah diprovokasi," ucap Jery.

Jery menjelaskan, dengan kondisi masyarakat yang tenang dan bersabar maka tidak akan mudah diprovokasi sehingga ketertiban serta kenyamanan di wilayah Papua tetap kondusif. Ia juga meminta masyarakat juga dapat lebih bijak menggunakan media sosial, khususnya terkait isu rasialisme tersebut.

"Jangan sampai, kasus kerusuhan sebelumnya terulang lagi, sehingga harus lebih bijak menanggapinya," kata Jery lagi.

Kapolda Papua Irjen Polisi Paulus Waterpauw sebelumnya menyatakan bahwa kasus dugaan rasialisme terhadap Natalius Pigai saat ini ditangani Mabes Polri. Karena itu, masyarakat di Papua diminta tidak terprovokasi dan tetap tenang serta tidak melakukan aksi-aksi.

"Kasusnya sudah ditangani Mabes Polri dalam hal ini Bareskrim Polri. Untuk itu, diharapkan masyarakat tidak terprovokasi karena kasusnya ditangani kepolisian," harap Waterpauw.

In Picture: Aksi Solidaritas Papua Damai

photo
Massa yang tergabung dalam Forum Masyarakat Jabar dan Papua Untuk NKRI (FORMAS JAPRI) melakukan aksi solidaritas di Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (2/9). - (Abdan Syakura_Republika)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement