REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Hubungan Turki dan Libya, pada dasarnya, tidak hanya dipandang sebagai relasi politik, tetapi juga keterikatan sejarah yang sangat kuat, yaitu bahwa keturunan tentara Kesultanan Turki Utsmani diketahui banyak berada di Libya. Mengapa hal itu terjadi?
Ini bermula pada 1551, di mana penduduk Tripoli meminta bantuan Kesultanan Ottoman, dan memohon kepada Sultan Suleiman saat itu untuk memasuki Tripoli untuk membantu rakyatnya mengusir Ksatria Malta (Ksatria Santo Yohanes).
Ottoman kemudian mengirim komandan militer Dargut Pasha, alih-alih menggunakan komandan angkatan laut Khair al-Din Barbarossa, yang sibuk di front Aljazair dan Tunisia. Komandan militer Dargut mengepung kota Tripoli selama enam hari, dan pada 15 Agustus 1551, dia mampu menaklukkan kota.
Panglima Dargut Pasha yang memimpin perlawanan terdiri dari bala tentara Ottoman. Lalu rakyat Tripoli mengambil alih markas besar pimpinan. Setelah kesatria St. Yohanes disingkirkan seluruhnya, Tripoli resmi menjadi Negara bagian Ottoman, dengan nama "Provinsi Tripoli Barat."
Nama wilayah tersebut berbeda dari Ayala Tripoli al-Sham. Sesudah reformasi administrasi pada 1864, provinsi tersebut digantikan negara bagian Tripoli barat.
Lantas bagaimana tentara Turki sampai memiliki banyak keturunan di Libya? Libya diperintah Kekaisaran Ottoman selama sekitar 400 tahun. Selama periode itu, Libya menjadi salah satu provinsi Kesultanan Utsmaniyah.
Berdasarkan percampuran antara Libya dan Ottoman, banyak tentara Turki menikahi wanita Libya lokal, dan anak-anak mereka diberi nama köleoğlu, atau Kragla, yang berarti Ibn al-Samra, menurut Infogalactic.
Dari sini, akar Turki mulai mengakar di Libya. Dan pada 1936 sensus etnis resmi terakhir dilakukan, menurut Biro Statistik dan Sensus Libya, bahwa jumlah warga Libya dengan asal Turki pada saat itu mencapai sekitar 35 ribu orang. Diperkirakan jumlah mereka saat ini melebihi 100 ribu orang.