Rabu 27 Jan 2021 21:00 WIB

Biaya Sewa Tempat Jadi Masalah Utama Pemilik Warteg

Biaya sewa menjadi komponen yang paling berat dari usaha warteg saat pandemi.

Rep: Eva Rianti/ Red: Indira Rezkisari
Warga menyantap hidangan makanan di warteg. Pandemi Covid-19 menghantam berbagai lini usaha, termasuk para pemilik warteg.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Warga menyantap hidangan makanan di warteg. Pandemi Covid-19 menghantam berbagai lini usaha, termasuk para pemilik warteg.

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG – Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara) Korwil Kabupaten Tangerang menyampaikan pandemi Covid-19 membuat sejumlah pemilik warung tegal (warteg) di Kabupaten Tangerang memilih menutup usahanya. Ketua Kowantara Korwil Kabupaten Tangerang, Rojikin Manggala, mengungkapkan, beban utama yang dirasakan oleh para pemilik warteg adalah biaya sewa tempat.

Pemilik warteg kesulitan memenuhi biaya sewa, karena pendapatan mereka berkurang seiring dengan sulitnya kondisi pandemi. “Sebenarnya PR besarnya bagi orang-orang warteg itu sewa tempatnya. Sementara para pemilik warteg ini selama 10 bulan terakhir benar-benar sepi,” kata Rojikin kepada Republika, Rabu (27/1).

Baca Juga

Rojikin menuturkan, biaya sewa tempat di Tangerang berkisar antara Rp 15 juta hingga Rp 40 juta per tahun, tergantung lokasinya. Angka itu, kata dia, relatif rendah dibandingkan dengan Jakarta, namun menjadi beban lantaran pendapatan para pemilik warteg mengalami penurunan yang drastis.

Penurunan pendapatan para pemilik warteg di Kabupaten Tangerang, kata dia bisa mencapai hingga 80 persen. Dia mencontohkan warteg di lokasi perkantoran dan pabrik yang dalam kondisi normal bisa mencapai Rp 3 juta per hari, kini hanya memperoleh Rp 500 ribu.

Rojikin melanjutkan, pada dasarnya para pemilik warteg bisa menyiasati kondisi sulitnya pandemi Covid-19 dengan mengolah perputaran uang dengan sebaik mungkin, termasuk untuk membayar operasional, seperti menggaji karyawan, bayar listrik, dan bayar uang kebersihan. Namun, berbeda dengan biaya sewa tempat yang dinilai memberatkan.

“Kalau untuk bertahan di modal kerja bisa. Misalnya biasanya dapat Rp 3 juta, terus sekarang Rp 500 ribu, dapat segitu kan tinggal pintar-pintar mengolah. Tetapi yang jadi persoalan ketika sewa berakhir, kita tuh uangnya dari mana, yang nilai kontraknya kecil saja jadi beban buat pelaku warteg apalagi yang nilai kontraknya besar,” ungkapnya.

Walhasil, Rojikin menyebut, sebagian pemilik warteg menyudahi usahanya lantaran tidak mampu memperpanjang sewa tempat. Dari sekitar 100 hingga 150 warteg yang menjadi anggota Kowantara Korwil Kabupaten Tangerang, dia mengatakan, sekitar 30 persen telah menutup usaha wartegnya. “Kurang lebih antara 25 persen sampai 35 persenan warteg yang tutup karena enggak kuat bayar (perpanjangan) sewa tempat,” kata dia.

Hingga kini, Rojikin menambahkan, pihaknya tengah berkomunikasi dengan pihak Kementerian Koperasi dan UKM untuk dapat membantu meringankan beban para pemilik usaha warteg saat ini.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement