REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cucu Nabi Muhammad ﷺ, al-Hasan meninggal dunia diakibatkan efek racun yang masuk dalam tubuhnya. Saat akan dimakamkan, terjadi perdebatan di mana dia akan dikuburkan, antara bersama Nabi ﷺ atau di pemakaman Baqi dengan ibundanya, Fathimah.
Dikutip dari buku Hasan dan Husain the Untold Story karya Sayyid Hasan al-Husaini, Musawir as-Sa'di menuturkan, pada hari al-Hasan meninggal dunia, aku lihat Abu Hurairah berdiri di Masjid Rasulullah sambil menangis. Dia berseru dengan suara yang keras: "Wahai kalian semua, hari ini al-Hasan bin Ali, cucu kesayangan Rasulullah, telah meninggal dunia. Maka menangislah kalian!" (Siyar A'lamin Nubala).
Pada hari itu juga, al-Husain menemui Aisyah dan meminta izin untuk menguburkan kakaknya di rumah Ummul Mukminin ini bersama Nabi ﷺ. Aisyah kemudian berkata: "Lakukanlah, dan itu adalah sebuah kemuliaan!" (Usdul Ghabah). Namun Marwan bin al-Hakam dan para pengikutnya menolak pemakaman tersebut dengan kekuatan senjata. Seandainya bukan karena kemahalembutan Allah, dan peran Abu Hurairah, salah seorang Sahabat yang mulia, tentu sudah terjadi pertumpahan darah di antara kaum Muslimin.
Ketika itu, Abu Hurairah berkhutbah di hadapan mereka: "Menurut kalian, seandainya jenazah putra Nabi Musa dibawa untuk dimakamkan bersama ayahnya, lalu ada sekelompok orang yang menghalang-halangi pemakamannya, bukankah mereka itu telah berbuat zalim terhadapya?".
"Ya", jawab mereka.
Abu Hurairah melanjutkan: "Al-Hasan adalah cucu Nabi Allah, dan jenazahnya telah dibawa untuk dimakamkan
bersama kakeknya. Namun, sekelompok orang berusaha menghalang-halanginya dengan dalih, bagaimana mungkin al-Hasan dimakamkan di dekat Nabi, sementara Utsman hanya dimakamkan di Baqi Gharqad?" (Tarikh Dimasyq).
Al-Husain sangat marah karena sikap Marwan dan para pengikutnya. Dia langsung mengambil senjata dan mengumpulkan para pengikutnya. Melihat itu, Abu Hurairah cepat-cepat menghampirinya untuk memberi nasihat. Abu Hurairah mengingatkannya pada wasiat al-Hasan, kakaknya. Abu Hurairah bahkan sampai mendesaknya: "Dengan nama Allah, aku memohon padamu, ingatlah wasiat kakakmu. Sungguh, mereka tidak akan membiarkanmu menguburkannya di dekat makam Nabi sampai kalian berperang" (Tahdzibul Kamal).
Mendengar desakan dari Sahabat yang mulia itu, akhirnya al-Husain pun menurut. Ia memakamkan jenazah al-Hasan di Baqi, di dekat makam ibunda mereka, Fathimah az-Zahra.
Pada saat orang-orang hendak mensholati jenazah al-Hasan, al-Husain mempersilakan Sa'ad bin al-Ash, gubernur Madinah yang diangkat oleh Mu'awiyah untuk menjadi imam. Al-Husain berkata: "Andai ini bukan sunnah, tentu aku tidak memintamu maju sebagai imam" (Al Isti'ab). Proses pemakaman al-Hasan dipenuhi oleh lautan manusia, Baqi penuh sesak hingga tidak lagi menyisakan tempat untuk seorang pun (Al Bidayah wan Nihayah).
Al-Hasan wafat pada tahun 51 Hijriah dalam usia 48 tahun. Sampai kapan pun, umat Islam selalu berutang budi kepadanya. Dialah pemimpin yang mengibarkan kembali panji persatuan dan berjuang keras dalam menciptakan perdamaian. Jihadnya tulus dan kesabarannya tiada tara. Sikapnya menjadi teladan dan cahaya penerang jalan. Sungguh, ia memang pemimpin para pemuda di Surga.