Kamis 28 Jan 2021 12:02 WIB

Sedekahnya Orang Miskin

Sedekah merupakan ajaran Islam yang berdimensi sosial (keumatan).

Relawan BMH dan SAR Hidayatullah mengantarkan bantuan logistik untuk warga terdampak banjir di Kalsel dengan menggunakan rakit. Kegiatan  para relawan tersebut bagian dari sedekah.
Foto: Dok BMH
Relawan BMH dan SAR Hidayatullah mengantarkan bantuan logistik untuk warga terdampak banjir di Kalsel dengan menggunakan rakit. Kegiatan para relawan tersebut bagian dari sedekah.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh  Ihza Aulia Sururi Tanjung

 

Suatu hari, Baginda Rasulullah SAW  didatangi oleh sekelompok fakir dari kaum Muhajirin. Mereka mengadu dan mencurahkan kegundahan hati kepadanya. “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah memborong pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat dan juga berpuasa seperti kami berpuasa. Namun mereka mampu bersedekah dengan kelebihan hartanya.”

Lantas Rasulullah menghibur mereka dengan pertanyaan yang indah. “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian jalan untuk bersedekah? Sesungguhnya pada setiap tasbih ada sedekah, pada setiap takbir ada sedekah, pada setiap tahmid ada sedekah dan pada setiap tahlil ada sedekah, menyuruh kebaikan adalah sedekah, melarang kemungkaran adalah sedekah dan mendatangi istrimu adalah sedekah.” (HR. Muslim).

Sedekah merupakan ajaran Islam yang berdimensi sosial (keumatan). Dalam Alquran  dan hadis bertebaran ajakan-ajakan untuk bersedekah dan keutamaannya. Allah SWT  telah menjanjikan balasan bagi yang menginfakkan hartanya minimal 700 kali lipat  (QS  2:  261). 

Maka dari itu, tidak heran apabila banyak orang kaya pada zaman Nabi SAW  yang bersedekah sebagian besar atau hampir seluruh hartanya, seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. Lalu, bagaimana dengan orang-orang yang kebutuhan hariannya pun belum tercukupi sebagaimana mestinya?

Syaikh Shalih bin Abdul Aziz menulis dalam kitabnya Syarhul Arba’in An-Nawawiyah, bahwa sedekah bermakna, “menyampaikan kebaikan dan kemanfaatan bagi orang lain”. Hemat beliau, sedekah bukanlah sebatas pemberian harta atau material kepada orang lain. Dalam Hadis ini pun, Nabi SAW. menjelaskan kepada kita betapa luasnya makna  sedekah.

Salah satunya ialah dengan bertasbih (subahanallah), tahmid (alhamdulillah), tahlil (laa-ilaha illa Allah) dan dzikir lainnya. Dengan menyebutnya kita akan mendapatkan pahala dan ampunan dosa meski sebanyak buih di lautan (HR Ahmad, Darimi, Maliki). Itulah salah satu implementasi dari “Menyampaikan kebaikan dan manfaat”, kendati tertuju pada diri sendiri.

Allah -Jalla Wa ‘Alaa- pun bersedekah kepada hamba-Nya. Ketika itu Rasulullah ditanya oleh sahabat tentang mempersingkat shalat dalam perjalanan, beliau pun menjawab “Itu (qashar shalat) sedekah Allah kepada kalian, maka terimalah sedekah tersebut.” (HR Muslim) 

Imam Ibnu Daqiq Al-‘Iid dalam karyanya Syarhul Arba’in Hadisan An-Nawawiyah menjelaskan, sesungguhnya menghadirkan niat baik pada hal-hal yang dibolehkan, seperti makan, tidur, berbisnis dan sebagainya  akan membuahkan ketaatan kepada Allah SWT. Maka perbuatan tadi pun bernilai sedekah  kepada diri sendiri.

Beranjak dari pemaparan di atas, paling tidak ada dua intisari yang dapat kita serap:

Pertama, bentuk ibadah sosial yang variatif. Artinya, sedekah tidak hanya berwujud dengan uang (material), tapi juga seluruh amal (ucapan dan perbuatan) yang menunjukkan kepada kebaikan dan melarang dari keburukan. Begitu ditegaskan oleh Syeikh Hisyam Kamil dalam kitabnya,  Tuhfatul Kiram.

Kedua, ajaran bersedekah diperuntukkan bagi semua kalangan, bukan hanya orang berada akan tetapi juga yang papa. Sesungguhnya Rasulullah tidak memberatkan orang fakir untuk jadi orang kaya, tapi mengarahkan mereka kepada jalan yang sesuai dengan kapabilitas masing-masing. Bersedekah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, baik harta, tenaga, waktu, ilmu, pengalaman dan lainnya. 

Dua bulan terakhir ini negeri kita dilanda musibah beruntun. Tanah longsor di Sumedang, jatuhnya pesawat Sriwijaya Air, banjir bandang di Kalsel dan gempa Sulbar. Begitu pula penularan virus corona yang semakin mengganas dengan korban jiwa yang terus meningkat. Inilah saatnya kita untuk bersedekah sesuai dengan kemampuan. 

Hadis di atas mengajarkan kita bahwa bagaimanapun kondisi kita, tetap harus bersedekah. Rasulullah SAW  menyuruh orang-orang kaya dengan keluasan rezekinya mengulurkan tangan untuk menolong mereka yang membutuhkan. Lalu, Beliau pun menyemangati kaum fakir dan miskin bersedekah dengan kalimah toyyibah dan amal kebaikan lainnya seperti menyingkirkan duri dari jalan. Maka Itulah sedekahnya orang-orang miskin. 

Wallahu’alam bishowab.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement