REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Palembang menjatuhkan vonis 10 bulan percobaan kepada lima orang mahasiswa peserta unjuk rasa UU Omnibus Law Cipta Kerja di Kota Palembang, Sumatra Selatan (Sumsel) pada 8 Oktober 2020, karena terbukti berbuat anarkistis.
Hakim ketua Sahlan Effendi, mengatakan kelima terdakwa masing-masing Naufal Imandalis, Rezan Septian, Bartha Kusuma, Awaabin Hadiz dan Haidar Maulana terbukti melanggar Pasal 170 ayat 1 KUHP. Mereka merusak mobil milik Polda Sumsel.
Meski begitu, Sahlan menilai para terdakwa tidak perlu menjalani masa tahanan. "Memerintahkan kepada jaksa penuntut umum agar segera mengeluarkan kelima terdakwa dari rumah tahanan," ujar Sahlan saat membacakan vonis di Kota Palembang, Kamis (28/1).
Dia menjelaskan, kelima terdakwa tidak perlu menjalankan masa hukuman 10 bulan penjara tersebut. Namun, jika para terdakwa melakukan tindakan pidana apapun selama satu tahun enam bulan setelah inkrah, mereka otomatis langsung menjalani pidana 10 bulan penjara.
Vonis itu bertolak belakang dengan tuntutan JPU Kejaksaan Tinggi Sumsel yang menuntut kelima terdakwa divonis dua tahun penjara.Majelis hakim menyebut tuntutan JPU memberatkan para terdakwa dan tidak tergolong sebagai hukuman pelajaran. Selain itu, kelimanya tidak pernah menjalani hukuman pidana sebelumnya sehingga menjadi peringan vonis.
Dalam sidang yang dikawal ketat kepolisian dan disaksikan puluhan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi itu, hakim mempertimbangkan aksi spontanitas kelimanya saat melakukan aksi perusakan mobil milik Polda Sumsel.
Setelah mendengar vonis itu, kelima terdakwa dan penasehat hukumnya menyatakan menerima serta siap menjalani hukuman percobaan, sedangkan JPU memilih pikir-pikir. "Berdasarkan keputusan majelis hakim maka kelima terdakwa harus dikeluarkan dari tahanan hari ini juga," kata penasehat hukum terdakwa dari Posbankum PN Palembang, Romaita.