REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Uni Eropa (UE) menyatakan pihaknya tidak akan menimbun vaksin Covid-19 dan akan membagikan kelebihan dosis vaksin yang telah dibeli kepada negara-negara berkembang yang membutuhkan. Demikian menurut Duta Besar EU untuk ASEAN Igor Driesmans.
Berbicara dalam pemaparan media secara virtual, Kamis, Driesmans menyebut saat ini Uni Eropa tengah melihat adanya kelangkaan vaksin akibat proses perizinan yang masih berlangsung serta produksi tahap pertama yang masih berjalan.
"Namun jelas, begitu produksi ditingkatkan, surplus vaksin di luar kebutuhan UE akan dibagikan kepada negara dunia ketiga dan tentu saja kami tidak akan menimbun vaksin yang telah kami beli untuk diri sendiri," kata Driesmans.
Ia menegaskan Uni Eropa telah berkomitmen untuk hal tersebut. Uni Eropa pada pertengahan 2020 telah menandatangani perjanjian pembelian awal vaksin Covid-19 dengan sejumlah perusahaan farmasi, baik dari dalam wilayah itu maupun dari negara luar.
Sebanyak total hampir 2,3 miliar dosis telah diamankan oleh UE dari AstraZeneca, Sanofi-GSK, Johnson and Johnson, BioNTech-Pfizer, CureVac, dan Moderna meski blok itu mempunyai jumlah populasi jauh di bawah pasokan yakni sekitar 448 juta jiwa.
"Uni Eropa melakukan hal tersebut karena ketika musim panas 2020 kami belum yakin dan belum mengetahui riset mana yang akan membuahkan hasil, perusahaan mana yang dapat memberikan vaksin yang aman dan efektif," ujar Driesmans.
"Dan merupakan suatu keajaiban bahwa setidaknya beberapa di antara mereka telah mampu memproduksi (vaksinnya). Itulah mengapa kami membeli dosis dalam jumlah besar di awal dari beberapa produsen, yakni untuk menjamin bahwa kami mempunyai jumlah yang cukup untuk seluruh populasi di Uni Eropa," kata dia menjelaskan.
Sebelumnya pada Selasa (26/1), Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa menyerukan agar negara-negara maju tidak menimbun persediaan vaksin Covid-19. Ramaphosa meminta mereka untuk membagikan vaksin ke negara lain sehingga akan ada persediaan yang adil, sebagaimana dikutip dari laporan Reuters.
"Negara-negara kaya membeli vaksin dalam jumlah besar. Beberapa negara membeli dosis vaksin empat kali lipat lebih banyak dari kebutuhan warganya dan itu mengurangi jatah vaksin bagi negara lain," kata Ramaphosa.