REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji mengatakan, penetapan Ambroncius Nababan yang merupakan sukarelawan pendukung Jokowi dalam Pilpres 2019 menjadi bukti bahwa hukum tidak diskriminatif. Indriyanto mengapresiasi penegak hukum yang cepat memproses kasus dugaan rasisme terhadap Natalius Pigai.
"Negara tidak memberi toleransi isu rasis atau mengandung SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan)," kata Indriyanto di Jakarta, Kamis (28/1).
Indriyanto mengapresiasi penegakan hukum atas dugaan rasisme terhadap Natalius Pigaiseiring dengan penetapan Ketua Relawan Pro Jokowi-Amin (Projamin) itu sebagai tersangka. Menurutnya, penangkapan terhadap Ambroncius menandakan penegakan hukum berlaku secara equal, tidak diskriminatif dan tidak mempertimbangkan latar belakang politik. Di sisi lain, kata dia, proses hukum kepada Ambroncius juga bisa meredam tensi publik.
"Proses hukum ini bisa juga untuk meredam tensi publik. Akan tetapi, kalau pihak-pihak bersikap bijak dengan pendekatan keadilan restoratif, sebaiknya proses hukum tidak perlu sampai di hadapan proses hukum," ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Masinton Pasaribu mengatakan bahwa negara sudah seharusnya tidak memberi tempat bagi isu rasisme. Siapa pun yang bersikap rasis, kata dia, harus diadili.
"Kita tidak boleh menoleransi adanya sikap rasisme dan negara harus bersikap tegas. Hukum dasar atau konstitusi negara kita menganut persamaan di hadapan hukum," kata Masinton.
Ambroncius disangkakan dengan Pasal 45a Ayat (2) juncto Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Perubahan atas UU ITE dan juga Pasal 16 jo. Pasal 4 Huruf b Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan juga Pasal 156 KUHP.
Polisi sudah menahan Ambroncius agar tidak melarikan diri dan menghilangkan barang bukti. Sebelum ditahan, Ambroncius sudah meminta maaf kepada warga Papua. Ia juga menegaskan tidak ada maksud menghina masyarakat Papua.