Jumat 29 Jan 2021 01:15 WIB

Covid-19 Masalah Bersama, Perlu Kolaborasi Disiplin Ilmu

Menghadapi Covid-19 dinilai perlu kolaborasi lintas disiplin ilmu.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Yudha Manggala P Putra
Sejumalah penumpang kereta tiba di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Ahad (3/1). Ilustrasi
Foto: Prayogi/Republika.
Sejumalah penumpang kereta tiba di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Ahad (3/1). Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penularan Covid-19 di Indonesia masih tinggi, bahkan total kasusnya melebihi satu juta kasus per Selasa (26/1). Sehingga, dinilai diperlukan kolaborasi lintas disiplin ilmu untuk menghadapinya, termasuk mengubah perilaku.

Guru Besar Antropologi (Purna Bakti) Universitas Indonesia Yunita T Winarto mengatakan, pandemi ini merupakan masalah bersama. Sehingga, perlu perubahan pola pikir, perubahan cara bersikap, kesediaan untuk melaksanakan protokol kesehatan.

"Tetapi itu sangat tidak mudah, kami sebagai antropolog, ilmu sosial memahami betul bahwa perlu strategi budaya untuk mengubah perilaku. Kolaborasi lintas disiplin ini amat diperlukan," ujarnya saat mengisi konferensi virtual BNPB, Kamis (28/1).

Ia menambahkan, penjelasan substansi berasal dari ahli dari fakultas kesehatan masyarakat atau kedokteran. Sebab, untuk mengubah perilaku memang perlu memahami karakteristik virusnya, bagaimana manusia sebagai inang, hingga bagaimana virus itu bisa menular antarmanusia.

Dari rumpun ilmu sosial tentu tidak memahami betul soal virus. Namun dengan koordinasi lintas disiplin, pelaku ilmu antropologi dan ilmu pengetahuan budaya dapat menyampaikan pengetahuan ini kepada masyarakat.

Yunita mengakui, media sosial telah gencar menayangkan terkait sosialisasi protokol kesehatan 3M yaitu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun hingga edukasi menjelaskan virus ini. Namun, ia mengingatkan kebudayaan memiliki dua karakteristik.

Pertama karakteristik budaya yang mudah berubah, misalnya ketika menggunakan teknologi seperti telepon seluler. Kedua adalah budaya yang tidak mudah berubah termasuk perubahan perilaku usai Covid-19. Terkait virus ini, dia menambahkan, telah membuat terjadi gegar budaya yang perlu membentuk perilaku yang baru. Budaya baru ini, dia melanjutkan, kemudian harus diinternalisasi dalam kehidupan.

"Karena itulah perlu dipikirkan strategi budayanya dan harus terjadi internalisasi budaya baru. Kami semua belajar bagaimana perubahan perilaku itu bisa terwujud," ujarnya.

Menurutnya ada beberapa cara untuk menginternalisasikannya. Di antaranya bisa melalui pranata budaya, ganjaran, dan sanksi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement