Jumat 29 Jan 2021 09:19 WIB

LBM PWNU DKI Membincangkan Peluang Hubungan RI-Israel

LBM PWNU DKI membincangkan peluang hubungan Indonesia-Israel.

 Paramedis mengevakuasi seorang pria Palestina setelah bentrok dengan polisi perbatasan Israel ketika mencoba mencapai kebun zaitun untuk panen, di desa Burqa Tepi Barat, Timur Ramallah, Jumat, 16 Oktober 2020.
Foto: AP/Nasser Nasser
Paramedis mengevakuasi seorang pria Palestina setelah bentrok dengan polisi perbatasan Israel ketika mencoba mencapai kebun zaitun untuk panen, di desa Burqa Tepi Barat, Timur Ramallah, Jumat, 16 Oktober 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta menggelar webinar bertajuk "Membincang Hubungan Indonesia-Israel". Diskusi ini merespons isu hubungan diplomasi Indonesia-Israel yang belakangan kembali mencuat setelah empat negara Timur Tengah menjalin relasi dengan Israel, yakni Bahrain, Uni Emirat Arab, Sudan, dan Maroko.

Acara ini menghadirkan narasumber, yakni Niruban Balachandran, Elisheva Stross, Sapri Sale, Yokhanan Eliyahu, KH Asnawi Ridwan, KH Taufik Damas Lc, dan Dr KH Mulawarman Hannase. Webinar dimoderatori oleh KH Mukti Ali Qusyairi MA. Acara yang berlangsung pada Ahad (24/1), pukul 13.00 hingga 18.30 itu dihadiri 90 partisipan dari lima negara, yaitu Indonesia, AS, Israel, Palestina, dan Singapura.

Hadir secara offline pengurus LBM PWNU DKI Jakarta, yaitu KH Zen Ma’arif, KH Faruq Hamdi, KH Roland Gunawan, Ustaz Agus Khudhori, Ustaz Ahmad Khoiron, dan Ustaz Ade Pardiansyah. 

Ketua PWNU DKI Jakarta Dr KH Syamsul Ma'arif mengapresiasi acara yang digelar LBM PWNU DKI Jakarta ini. Dia berharap, acara ini bisa bermanfaat bagi warga NU khususnya dan bangsa Indonesia secara menyeluruh.

Ketua LBM PWNU DKI Jakarta KH Mukti Ali Qusyairi menjelaskan, memang tugas LBM adalah membahas masalah aktual yang menjadi isu lokal, nasional, dan internasional. "Tujuan acara ini juga sebagai salah satu upaya membangun persaudaraan sedunia," kata Kiai Mukti dalam keterangan tertulis kepada Republika.co.id, Jumat (29/1/2021).

Menurutnya, untuk menciptakan hubungan internasional dibutuhkan ikhtiar bersama, dibutuhkan pendekatan atau strategi yang lebih proaktif karena sesungguhnya Indonesia, Palestina, dan Israel berada dalam satu rumpun agama, yaitu agama Ibrahim, ahlul kitab.

Sebelum acara, LBM PWNU DKI Jakarta menggelar survei sederhana melalui polling yang hasilnya dibacakan Kiai Mukti di forum. Hasilnya, 81,3 persen tidak setuju Indonesia membuka diplomasi dengan Israel, 78,2 persen tidak setuju Indonesia bekerja sama ekonomi dan teknologi dengan Israel, dan 66,8 persen tidak setuju Indonesia menormalisasi hubungan dengan Israel. Jumlah responden 784 orang, survei dilakukan selama satu minggu.

photo
LBM PWNU DKI Jakarta menggelar webinar bertemakan Membicang Hubungan Indonesia-Israel, Ahad (24/1/2021). - (Istimewa/KH Mukti Ali Qusyairi)

Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Ishomuddin sebagai pembicara kunci menyatakan, Indonesia sulit menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Namun, Indonesia bisa saja membuka hubungan dengan Israel dengan tiga syarat: Israel tidak melakukan tindak kekerasan, tidak merampas tanah Palestina sejengkal pun, dan mengakui kemerdekaan Palestina.

Menurutnya, meski tidak ada hubungan diplomatik Indonesia-Israel, kerja sama saling menguntungkan Indonesia dan Israel di berbagai bidang, semisal, ekonomi, teknologi, pendidikan, dan keamanan sangat mungkin dijalin karena Israel tidak pernah menjajah atau memusuhi Indonesia.

Pakar Timur Tengah dan bahasa Ibrani, Sapri Sale, mengatakan bahwa Israel harus lebih proaktif melakukan pendekatan kultural ke Indonesia sebagai negara oriental. Bentuknya bisa memberikan beasiswa pendidikan, pertukaran pelajar, tanpa harus melakukan hubungan diplomatik. "Indonesia juga harus belajar pada negara-negara Skandinavia, seperti Swiss yang melakukan hubungan diplomatik dengan Israel pada saat bersamaan memperjuangkan kemerdekaan Palestina," katanya.

Staf Bank Dunia dan aktivis The Center for Peace Communications, Niruban Balachandran, memaparkan lima alasan Indonesia perlu hubungan diplomatik dengan Israel. Pertama, salah satu cara untuk menyelamatkan warga Palestina. Kedua, tidak ada yang unconstitutional terkait hubungan Indonesia dan Israel.

Ketiga, kesempatan bagi Indonesia untuk terlibat aktif dalam perdamaian dunia, tidak hanya dalam bentuk retorika semata, tetapi diwujudkan dalam tindakan nyata. Keempat, Indonesia tidak akan bisa negosiasi kalau hanya berhubungan dengan satu pihak, yakni Palestina, dan tidak melibatkan Israel. "Kelima, orang-orang Indonesia mungkin sudah cukup capek menolak Israel," katanya.

Aktivis Shaloom Yerosalem Foundation, Elisheva Stross, menyatakan, selama ini berita tentang Israel di Indonesia mengalami distorsi dan bahkan seakan Israel tidak ada baiknya. Padahal, berdasarkan kesaksian langsung, mayoritas penduduk Palestina ingin hidup damai dengan Israel dan membangun bangsanya.

Menurutnya, yang tidak setuju perdamaian Israel-Palestina hanyalah minoritas yang berisik. Bahkan, sejumlah travel besar ziarah Israel-Palestina adalah milik orang-orang Palestina. Warga Palestina ini juga banyak bekerja di pabrik-pabrik Israel. "Hidup saling membantu," katanya.

photo
LBM PWNU DKI Jakarta menggelar webinar bertemakan Membicang Hubungan Indonesia-Israel, Ahad (24/1/2021). - (Istimewa/KH Mukti Ali Qusyairi)

KH Mulawarman Hannase menyampaikan, ada paradigma lama dan baru. Dalam paradigma lama, menjalin hubungan dengan Israel sama artinya mengkhianati perjuangan rakyat Palestina. Adapun dalam paradigma baru dikatakan bahwa menyelesaikan masalah Palestina tidak dengan anti-Israel. Justru agar Palestina diakui Israel adalah dengan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. 

Wakil Sekretaris LBM PBNU KH Asnawi Ridwan mengatakan, problem mendasar Israel-Palestina adalah rebutan tanah Yerusalem. Solusinya, tanah Yerusalem sebagai tanah wakaf untuk bangsa Israel dan Palestina, yang dikelola secara bersama dan simbol perdamaian dunia.

Adapun KH Taufik Damas mengatakan, hubungan Indonesia-Israel harus dipikirkan betul maslahat dan madharatnya bagi pemerintah Indonesia. "Juga harus mempunyai keberanian untuk mengambil keputusan jika ada maslahat bagi bangsa," katanya.

Sementara, KH Jamaluddin Junaidi berpendapat bahwa Israel adalah negara yang legal dan diakui dunia. Sebab, pada saat perang Turki Ottoman dan Inggris yang didukung dana oleh pengusaha Yahudi, dan dimenangkan oleh Inggris. Dalam aturan perang, Inggris yang menang sebagai penentu wilayah. Inggris mendukung berdirinya Israel. Menurutnya, Mesir membuka diplomasi dengan Israel berdasarkan fatwa Mufti Mesir, Syekh Jadul Haq Ali Jadul Haq.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement