REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia bertekad memiliki industri electric vehicle battery (EV Battery) atau baterai kendaraan listrik yang terintegrasi. Wakil Menteri BUMN I Pahala Mansury mengatakan pengembangan industri baterai kendaraan listrik yang terintegrasi merupakan bagian dari mewujudkan ketahanan energi Indonesia di masa depan.
"Ini kesempatan emas untuk Indonesia yang memiliki bahan baku dan pasar sekaligus," ujar Pahala saat wawancara dengan Republika.co.id di Jakarta, Kamis (28/1).
Indonesia memiliki semua sumber daya yang dibutuhkan untuk menjadi produsen sumber daya baterai kendaraan listrik. Pahala menyebut bahan baku utama baterai kendaraan listrik adalah nikel yang mana Indonesia merupakan negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia. Pun dengan materi lain yang juga dimiliki Indonesia seperti tembaga, mangan, hingga aluminium.
"Sekarang bagaimana kita memanfaatkan bahan yang ada di hulu. Selama ini kita terjebak kondisi masa lalu, kita cuma produksi hulu lalu ekspor, sedangkan yang menghasilkan bahan turunannya diproduksi luar negeri terus diimpor lagi ke Indonesia," ucap Pahala.
Meski memiliki semua sumber daya yang dibutuhkan, Pahala menilai Indonesia tetap harus menjalin kemitraan dengan produsen kendaraan listrik dunia, mulai dari sisi operasional pertambangan, smelting, refinery, produksi, hingga distribusi. Pahala menyebut model kemitraan menjadi bagian dalam mewujudkan pengembangan industri yang terintegrasi.
Kementerian BUMN, lanjut Pahala, juga mendorong PT Pertamina (Persero) mempersiapkan mengenai kebutuhan petrochemical dalam menopang industri baterai kendaraan listrik. Selain sebagai perusahaan energi, kata Pahala, Pertamina perlu pikirkan mengenai petrochemical.