Sabtu 30 Jan 2021 12:50 WIB

Sembilan Cara Berjalan Menurut Qur'an dan Sunnah

Jangan berjalan untuk sesuatu yang haram

Sejumlah pejalan kaki menyeberangi zebra cross di Jakarta, Senin (21/12/2020). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan resmi memperpanjang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Masa Transisi selama dua pekan, terhitung sejak 21 Desember 2020 hingga 3 Januari 2021.
Foto: RENO ESNIR/ANTARA
Sejumlah pejalan kaki menyeberangi zebra cross di Jakarta, Senin (21/12/2020). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan resmi memperpanjang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Masa Transisi selama dua pekan, terhitung sejak 21 Desember 2020 hingga 3 Januari 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, Sebagai agama yang sempurna, Islam memiliki beragam pedoman kehidupan. Salah satunya perihal berjalan. Syekh Abdul Azis bin Fathi as-Sayyid Nada secara rinci menjelaskan adab berjalan dalam kitabnya Mausuu’tul Aadaab al-Islamiyah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia Ensiklopedi Adab Islam Menurut  Alquran dan Sunah. Berikut adalah adab berjalan sesuai tuntunan Islam:

Pertama, niat yang benar. Seorang Muslim hendaklah berniat yang benar ketika hendak berjalan. Niatkan berjalan itu untuk tujuan yang baik itu sebagai ibadah dengan mengharapkan ridha dari Allah SWT. "Apabila berjalan hendak ke masjid, niatkan untuk beribadah kepada Allah. Jika berjalan untuk bekerja, niatkan untuk mencari rezeki yang baik dan halal untuk keluarga,’’ tutur Syekh Sayydi Nada.

Bahkan, ketika akan berjalan untuk suatu permainan yang diperbolehkan, kata dia, hendaklah berniat untuk mencari penyegaran agar jiwa kembali segar dan bersemangat untuk beribadah. Menurut Syekh Sayyid Nada, dengan menghadirkanniat yang benar, maka akan mencegah seorang Muslim dari berjalan untuk sesuatu yang haram.

Kedua, tak berjalan untuk suatu yang haram. Sesungguhnya, kedua kaki akan memberi kesaksian  berbicara pada hari kiamat. Untuk itu, hendaklah menghindar dari berjalan untuk sesuatu yang dilarang agama. Sebab, setiap ayunan langkah kita menuju sesuatu yang diharamkan akan berbuah dosa.

Ketiga, bersikap tawadhu dan tak sombong ketika berjalan.  Allah SWT berfirman dalam Alquran surah Al-Israa ayat 37: "Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.’’

Dalam surah Lukman ayat 18, Allah SWT berfirman: "Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.’’  Ibnu Katsir mengingatkan agar seorang Muslim membanggakan diri, sombong, takabur dan keras kepala, karena Allah akan murka Keempat, berjalan normal. Hendaklah seseorang berjalan normal, yakni pertengahan antara berjalan terlalu lambat dan terlalu cepat. Ibnu Katsir menjelaskan, berjalan normal adalah berjalan secara biasa. Tidak terlalu cepat dan tak terlalu  lambat. "Pertengahan di antara keduanya."

Kelima, tak menoleh ke belakang.  Dalam Shahiihul Jaami dikisahkan  bahwa Nabi Muhammad SAW apabila berjalan tidak menoleh ke belakang. Menoleh ke belakang saat berjalan dapat membuat seseorang bertabrakan, tergelincir serta bisa juga dicurigai oleh orang yang melihatnya.

Keenam, tak berpura-pura lemah ketika berjalan. Berpura-pura lemah ketika berjalan dengan maksud untuk dilihat orang lain  dilarang dalam Islam. Selain itu, juga tak boleh berpura-pura sakit ketika berjalan, karena dapat mengundang kemarahan Allah SWT.

Ketujuh, berjalan dengan kuat. Setiap Muslim harus berjalan dengan tegap seperti yang dicontohkan Nabi SAW. Menurut Syekh Sayyid Nada, cara berjalan seperti Rasulullah SAW lebih dekat kepada roh Islam. ‘’Mukmin yang kuat lebih dicintai Allah SWT, dibandingkan mukmin yang lemah,’’ tuturnya.

Kedelapan, menghindari cara berjalan yang tercela. Contoh berjalan yang tercela itu antara lain; berjalan dengan sombong dan takabur, berjalan dengan gelisah dan gemetaran; berjalan dengan loyo seperti orang sakit; berjalan meniru lawan jenis; berjalan terburu-buru dan terlalu cepat; serta berjalan seakan-akan melompat.

Kesembilan, tidak berjalan dengan satu sandal.  Rasulullah SAW bersabda, ‘’Apabila salah seorang dari kalian memakai sandal, maka hendaknya memulai dari yang kanan. Apabila ia melepasnya, maka mulailah dari yang kiri. Pakailah kedua-duanya atau lepaskanlah kedua-duanya.’’

Bertelanjang kaki sesekali waktu. bertelanjang kaki termasuk tanda tawadhu di hadapan Allah SWT. Dalam sebuah hadis disebutkan, ‘’Nabi SAW memerintahkan kami agar kadang kala bertelanjang kaki.’’ (HR Ahmad, Abu Dawud dan an-Nasa’I). 

Menurut Syekh Sayyid Nada, bertelanjang kaki adalah perkara yang baik, syaratnya tidak terdapat najis pada tanah serta sesuatu yang dapat menyakiti kedua telapak kaki.

sumber : Pusat Data Republika
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement