REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Dukungan terhadap politisi sayap kanan Prancis yang mengusulkan larangan jilbab di seluruh ruang publik, Marine Le Pen, kian menguat. Jajak pendapat terbaru memperlihatkan Le Pen tampaknya akan bersaing ketat dengan Presiden Emmanuel Macron di pemilihan presiden 2022 mendatang.
Kebijakan hijab yang sepertinya akan digugat ke pengadilan dan hampir melanggar konstitusi itu disampaikan 15 bulan sebelum pemilihan presiden. Gagasan tersebut diungkapkan Le Pen saat ia mengusulkan undang-undang baru yang melarang 'ideologi Islam' yang menurutnya 'otoriter dan membunuh'.
"Saya menilai penutup kepala adalah perangkat pakaian Islam," kata La Pen di konferensi pers seperti dikutip Aljazirah, Jumat (29/1) lalu.
Sejak mengambil alih partai sayap kanan dari ayahnya. Le Pen sudah dua kali maju dalam pemilihan presiden. Ia kalah telak dalam pemilihan presiden tahun 2017 lalu dari pendatang baru Macron. La Pen butuh waktu berbulan-bulan untuk memulihkan diri dari kekalahan tersebut.
Namun, jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan semakin banyak dukungan terhadapnya. Hal itu mendorong spekulasi baru apakah kelompok populis yang anti Uni-Eropa dan anti-imigran akhirnya dapat menduduki Elysee Palace.
Walaupun politisi-politisi lain yang memiliki ideologi yang sama seperti Donald Trump dan Matteo Salvini kalah dalam pemilihan baru-baru ini. Tapi Le Pen justru kian unggul di Prancis dan mendekati Macron.