REPUBLIKA.CO.ID, KONAWE SELATAN -- Suasana pagi menemani Triono (45) menyesap kopi pahitnya di sebuah warung Desa Landono 2, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Di balik kepul uap kopinya, terhampar hijau hutan Gunung Lendono. Tempat beragam lebah hutan mengumpulkan manisnya sari bunga dan menjadikannya tetes madu.
Madu telah manjadi sumber penghidupan Triono selama 25 tahun. Pengalaman blusukan hutan dan keahliannya memburu sumber madu, menjadikan Triono didapuk mengetuai kelompok profesi pemburu madu bernama Margasari yang beranggotakan 21 orang pada tahun 2014.
Berburu madu membutuhkan bekal fisik dan keberanian, juga pengetahuan akan kondisi hutan itu sendiri, tak jarang pemburu madu harus berjalan naik turun pegunungan sejauh belasan kilometer untuk memperoleh buruannya.
Mereka melengkapi diri mereka dengan kemeja panjang, sendal jepit dan parang serta menjahit baju kaos yang telah dipasang jaring di bagian wajah.
Dalam mencari lebah madu mereka harus memahami posisi masing-masing dalam tim dan saling mendukung untuk menghindari sengatan lebah ganas.
Solihin, yang juga tergabung dalam kelompok Margasari bercerita bahwa yang utama untuk perlindungan diri adalah penggunaan asap dari dedaunan yang dibakar untuk mengusir lebah. Dirinya pernah berulang kali tersengat lebah hingga membuatnya kebal.
Profesi pemburu madu mendapat penghargaan tinggi di hati warga kampung karena sebagian madu hasil buruan dijual murah ke warga untuk memenuhi gizi anak-anak sementara lainnya dijual ke berbagai daerah bahkan ke luar negeri dengan harga mencapai Rp150.000 per kilogram.
Masa keemasan profesi itu tak berlangsung lama, pada 2016 sebagian hutan Gunung Lendono diubah menjadi lahan kelapa sawit, sehingga produksi madu menurun signifikan.
“Anggota kelompok hanya tersisa empat orang pada 2018, lainnya memilih menjadi buruh bangunan karena hasil buruan madu tak lagi mencukupi kebutuhan”, kenang Triono.
Satu dari empat orang itu, Bartono, berkisah dahulu mereka bisa mendapat 30 kilogram madu lebah dursara (tawon gong) dalam sekali perjalanan berburu, namun kini hanya 8 kilogram.
Karena pendapatan para pemburu menurun, demikian pula jatah madu anak-anak di kampung mereka berkurang. Namun warga kampung tetap menghormati para pemburu madu hutan itu dan menjuluki keempat yang tersisa sebagai macan Gunung Lendono dengan slogannya “Jaga Hutan Keluarga Hidup”.