Senin 01 Feb 2021 09:56 WIB

Jaya Suprana: Dari Cadar Hingga Kebangkitan Peradaban Masker

Dari Islamofobia dengan cadar sampai peradaban masker masa kini.

Jilbab niqab instan juga dijuluki jilbab corona karena cadarnya dijadikan alternatif masker kain.
Foto: Yulian Hijab
Jilbab niqab instan juga dijuluki jilbab corona karena cadarnya dijadikan alternatif masker kain.

REPUBLIKA.CO.ID, -- Inilah tulisan perdana budayawan, filsuf, sekaligus pakar kelimurologi, Jaya Suprana. Dalam tulisan ini, penggagas Museum Rekor Indonesia (MURI) dan pengusaha 'Jamu Jago' mengisahkan situasi peradaban masa kini yang tengah dilanda pandemi. Beginilah tulisannya:

KEBANGKITAN PERADABAN MASKER

Cadar merupakan busana tradisional masyarakat Timur Tengah, terutama yang bermukim di kawasan gurun pasir sebagai alat pelindung hidung dan mulut terhadap gangguan debu terhadap saluran pernapasan manusia.

Sementara, masyarakat Barat mengenakan masker juga untuk melindungi bagian hidung dan mulut, terutama oleh para perawat dan dokter untuk menghalau bakteri dan virus masuk ke tubuh melalui saluran pernapasan.

Namun, kemudian citra masker tercemar akibat dikenakan oleh para perampok bank demi menyamarkan identitas diri agar sulit tertangkap oleh polisi.

Di akhir abad XX masker mengalami pencemaran citra secara global akibat kerap digunakan para teroris untuk menyamarkan diri ketika melakukan angkara murka aksi terorisme mereka.

Karena ada pelaku teror yang kebetulan Muslim maka setitik nila merusak susu sebelangga. Secara gebyah-uyah, masker diidentifikasikan dengan Islam yang kemudian merambah ikut merusak citra cadar akibat kebetulan cadar menutupi bagian hidung dan mulut pengenanya.

Maka, cadar pun dilarang di negeri penderita Islamofobia, seperti Prancis dan Belanda. Bahkan, di Indonesia yang merupakan negara dengan populasi umat Islam terbesar di dunia, cadar sempat dikaitkan dengan terorisme karena dalam kelompok teroris kebetulan ada perempuan yang mengenakan cadar.

Di bandara-bandara internasional maupun domestik, kaum perempuan yang mengenakan cadar serta kaum lelaki berciri etnis Arab lazimnya paling cermat diperiksa oleh para petugas keamanan bandara. Pendek kata, citra cadar berada di titik terendah peradaban dunia sampai pada awal 2020 mendadak muncul pagebluk corona. 

GEGARA CORONA

Akibat angkara murka virus corona ganas menyerang saluran pernapasan manusia di seluruh pelosok planet bumi, mendadak masker menjadi bagian melekat pada peradaban umat manusia di planet bumi yang cuma satu dan satu-satunya ini.

Mendadak, masker menjadi bagian busana yang tidak bisa lepas dari peradaban umat manusia yang masih tidak ingin dirinya tertular virus corona. Alih-alih dilarang, masker mendadak diwajibkan digunakan dengan ancaman sanksi, mulai dari sekadar teguran sampai denda bahkan hukuman penjara.

Siapa enggan atau lupa mengenakan masker di tempat umum, langsung menjadi sasaran hujatan, mulai dari asosial sampai egois tanpa peduli kepentingan umum. Masker menjadi lambang kesadaran sosial yang paling utama dalam perjuangan umat manusia melawan corona.

Jika sebelum corona, orang bermasker dilarang masuk ke bank maka setelah corona orang tidak bermasker dilarang masuk bank. Gegara corona, orang-orang tidak bermasker dilarang masuk ke bandara dan stasiun kereta api dan bus.

Donald Trump yang benci cadar akibat Islamofobia pun akhirnya pakai masker.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement