Senin 01 Feb 2021 10:07 WIB

Kudeta, Militer Myanmar Ambil Alih Kekuasaan Negara

Aung San Suu Kyi dan presiden Myanmar ditangkap militer

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Panglima Tertinggi militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing
Foto: AP / Aung Shine Oo
Panglima Tertinggi militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing

REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYITAW -- Stasiun televisi militer Myanmar mengumumkan militer akan mengambil alih kekuasaan negara selama satu tahun. Pengumuman Senin (1/2) ini disampaikan stasiun televisi Myawaddy TV yang dimiliki militer.

Hal itu diumumkan beberapa hari usai militer mengancam akan melancarkan kudeta saat Parlemen baru menggelar sesi sidang mereka.

Baca Juga

Laman berita Irrawaddy melaporkan, penasihat negara Aung San Suu Kyi dan presiden presiden Win Myint ditahan dalam penyerbuan Senin dini hari tadi. Kantor berita itu mengutip juru bicara partai  National League for Democracy (NLD) yang berkuasa, Myo Nyunt.

Dalam laporan tersebut disebutkan anggota Komite Eksekutif Pusat Partai NLD dan kabinet regional juga ditahan. Jaringan telepon dan akses internet di Naypyitaw mati. Amerika Serikat (AS), Australia dan negara-negara lain prihatin dengan laporan itu dan mendesak militer Myanmar menghormat supremasi hukum.

Melalui media sosial Facebook, Myanmar Visual Television dan Myanmar Voice Radio mengatakan jaringan mereka tidak akan siaran seperti biasa. Suu Kyi yang kini berusia 75 tahun masih menjadi politisi paling dominan di Mynmar dan telah menjadi pemimpin perlawanan tanpa kekerasan terhadap kekuasaan militer.

Baca juga : Konsekuensi Kudeta Militer Myanmar akan Mengerikan

Dalam pemilihan bulan November lalu, partainya mendapatkan 396 dari 476 kursi di parlemen. Tapi berdasarkan konstitusi yang dirancang militer tahun 2008 militer harus menguasai 25 persen kursi di parlemen. Sejumlah posisi penting di kabinet juga harus diserahkan ke militer.

Angkatan Bersenjata Myanmar atau Tatmadaw menuduh pemerintah melakukan kecurangan dalam pemilu tapi mereka gagal membuktikan kecurangan tersebut. Pekan lalu, komisi pemilihan umum membantah tuduhan tersebut. 

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement