REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dan sejumlah pihak terkait, menginginkan agar pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) diadakan pada 2024. Namun, Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menanggapi hal tersebut dengan menyebut, pemerintah sedang mengalami penyakit amnesia.
Sebab, kata Pangi, dengan begitu cepat mereka melupakan argumentasi yang pernah digunakan untuk tetap melaksanakan pilkada pada tahun lalu. "Argumen yang sama mengapa tidak dipakai kembali untuk tetap konsisten melakukan normalisasi trayek pilkada serentak di tahun 2022 dan 2023? Bagaimana mungkin secara akal sehat pemerintah mendukung dan memberikan sinyal pilkada serentak hanya di tahun 2024? Itu berarti akan ada kurang lebih 272 kepala daerah yang Plt?," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Senin (1/2).
Menurutnya, hal ini dapat merusak kualitas demokrasi, disharmoni dan disorder. Dia mencermati, justru banyak kepala daerah yang dizalimi karena masa jabatannya berkurang hanya demi ambisi pilkada serentak yang tidak tahu apa manfaatnya dan keuntungannya sampai hari ini.
"Korelasi linear efisiensi cost pun kami belum temukan? Ini yang saya maksud cacat bawaan demokrasi karena pemerintah yang tidak konsisten sikapnya," kata dia.
Jika pemerintah tetap bersikeras untuk menolak melakukan revisi Undang-Undang Pemilu terutama yang berkaitan dengan Pilkada serentak ini, maka masyarakat akan curiga dan berpikiran ada kepentingan apa sebenarnya yang sedang pemerintah perjuangkan.