REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah China memberikan perhatian atas kudeta militer di Myanmar. Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Wang Wenbin mengatakan, Otoritas China masih terus mengumpulkan informasi mengenai perkembangan yang terjadi di Myanmar.
“Kami telah mencatat apa yang terjadi di Myanmar dan sedang dalam proses untuk memahami lebih lanjut situasinya,” kata Wenbin dalam jumpa pers harian di Beijing, seperti dilansir dari Reuters, Senin (1/2).
Dia berharap, semua pihak dapat mengelola perbedaan dengan baik di bawah konstitusi dan menegakkan stabilitas. “China adalah tetangga Myanmar yang baik. Kami berharap semua pihak di Myanmar dapat menangani perbedaan mereka dengan tepat di bawah konstitusi dan kerangka hukum serta menjaga stabilitas politik dan sosial,” imbuhnya.
Pada Desember 2020, diplomat tinggi Pemerintah Cina, Wang Yi bertemu Kepala Militer Min Aung Hlaing selama kunjungan ke Myanmar dan saat ini telah mengambil alih kekuasaan. Saat Wenbin ditanya awak media mengenai apakah selama kunjungan Wang Yi, Myanmar telah mengisyaratkan kemungkinan terjadinya kudeta? Apakah China akan mengutuk aksi tersebut? Ia justru mengulangi pernyataan yang sama dengan sebelulmnya.
China telah lama memiliki peran penting di Myanmar. Di antaranya berdiri di samping negara itu selama masa lalu sebagai kediktatoran militer. Namun di sisi lain, China juga tetap bekerja sama dengan Aung San Suu Kyi saat ia menjadi pemimpin di Myanmar.
Baca juga : Suu Kyi Melawan
Selain itu, China memiliki kepentingan ekonomi strategis di Myanmar. Salah satunya jaringan pipa minyak dan gas utama yang mengalir melalui negara tersebut. China pun mendorong Koridor Ekonomi Cina-Myanmar, sebagian sudah terbentuk dan sebagian tengah direncanakan terkait transportasi dan proyek lainnya yang melewati daerah di mana faksi etnis minoritas sering bertempur sama lain dan pasukan pemerintah. Pertempuran di timur laut Myanmar juga terkadang membuat pengungsi melarikan diri dari perbatasan menuju China dan memicu kemarahan Beijing.