Selasa 02 Feb 2021 14:56 WIB

Harga Ayam Sepekan Terakhir Kembali Anjlok

Harga ayam turun jauh di bawah biaya pokok produksi di tingkat peternak.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Para peternak ayam broiler kembali mengeluhkan anjloknya harga yang terjadi dalam sepekan terakhir. Di satu sisi, terdapat kenaikan harga bibit ayam atau day old chicken dalam dua bulan terakhir. Dikhawatirkan iklim usaha budidaya ternak unggas semakin menyusut.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Para peternak ayam broiler kembali mengeluhkan anjloknya harga yang terjadi dalam sepekan terakhir. Di satu sisi, terdapat kenaikan harga bibit ayam atau day old chicken dalam dua bulan terakhir. Dikhawatirkan iklim usaha budidaya ternak unggas semakin menyusut.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Para peternak ayam broiler kembali mengeluhkan anjloknya harga yang terjadi dalam sepekan terakhir. Di satu sisi, terdapat kenaikan harga bibit ayam atau day old chicken dalam dua bulan terakhir. Dikhawatirkan iklim usaha budidaya ternak unggas semakin menyusut.

Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan), Sugeng Wahyudi, mengatakan, dalam sepekan terakhir harga ayam terkoreksi jauh di bawah biaya pokok produksi ayam di tingkat peternak.

Berdasarkan catatan Gopan bersama Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Indonesia, terdapat penurunan merata di seluruh pulau Jawa. Harga terendah menyentuh Rp 15.000 per kg khususnya di wilayah Jawa Tengah. Level harga itu turun dari Rp 19.500-Rp 20.000 per kg. Adapun biaya produksi ayam saat ini di kisaran Rp 19.300-Rp 19.500 per kg.

"Anjloknya harga ayam ini mengguncang usaha budidaya peternak mandiri yang sebelumnya sudah menanggung beban akibat naiknya harga day old chicken sejak dua bulan yang lalu," kata Sugeng di Bogor, Selasa (2/2).

Ia mengatakan, saat ini peternak mandiri harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli DOC yang sudah menyentuh harga Rp 7000 per ekor. Kondisi tersebut jauh diatas harga referensi pemerintah dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 7 Tahun 2020 yang diatur pada rentang Rp 5.000–Rp 6.000 per ekor.

"Ditambah lagi naiknya harga pakan pada level Rp 7.000–7.500 per kg membuat beban produksi peternak mandiri semakin berat," kata Sugeng menambahkan.

Menurut Sugeng, penurunan harga itu terjadi secara tiba-tiba disaat pemerintah sudah melakukan pemangkasan produksi. Salah satuna melalui Surat Edaran Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan tentang pengendalian suplai produksi perunggasan melalui pengendalian dan produksi DOC harga di bulan Januari. Menurut Sugeng, seharusnya harga bisa stabil dan diatas biaya produksi.

Lebih lanjut, ia menyampaikan pada 26 November 2020 lalu, Kementan juga telah mengeluarkan Surat Edaran yang mewajibkan perusahaan pembibitan unggas untung mengurangi 61.254.748 butir telur tertunas umur 19 hari. Itu setara dengan 57.028.170 ekor DOC. Selain itu, pemerintah juga mewajibkan perusahaan pembibitan untuk mengurangi indukan ayam umur lebih dari 50 minggu sebanyak 4 juta ekor.

"Situasi sekarang sangat berat dan kami tidak ingin hal serupa kerugian 2 tahun terakhir terulang di tahun ini," katanya.

Sugeng mengatakan, keberadaan usaha budidaya peternak mandiri dikhawatirkan akan semakin menyusut. Kerugian yang dialami dua tahun terakhir mengakibatkan produksi unggas dari peternak mandiri tersisa 20 persen dari total produksi nasional. "Ini sungguh ironi di negara yang memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk berusaha, tiba-tiba peternak mandiri hilang dari usaha perunggasan nasional," katanya.  

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement