REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo merasa wajar jika Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berusaha menyelamatkan partainya dari ancaman. Namun, menurutnya tuduhan 'kudeta' yang lontarkan AHY bisa menimbulkan masalah baru bagi Demokrat.
Karyono menilai tuduhan yang AHY alamatkan pada pihak Istana tak bisa dianggap remeh. Pihak Istana bisa saja melakukan upaya perlawanan balik yang bisa merugikan Demokrat itu sendiri.
"Pernyataan AHY yang menyasar istana terkait adanya sinyalemen pengambilalihan kepemimpinan partai Demokrat secara paksa bukan persoalan sepele. Masalah ini sangat sensitif, apalagi pernyataan AHY membawa-bawa istana. Jika tidak hati-hati justru membawa resiko buruk dan bisa berpotensi menjadi bumerang," kata Karyono pada Republika.co.id, Selasa (2/2).
Karyono menyarankan AHY bersikap bijak sebelum melontarkan curhatannya ke hadapan publik. AHY sepatutnya berpikir matang dan mengutamakan prinsip kehati-hatian untuk meminimalisasi resiko.
"Jika ada sinyalemen sebagaimana diungkapkan, semestinya disikapi secara bijak dan tabayyun sebelum menyampaikan ke publik secara terbuka," ujarnya.
Karyono mempertanyakan kadar tabayyun yang dilakukan AHY atas isu kudeta di tubuh Demokrat. Sebab isu semacam ini tak bisa disikapi secara enteng jika benar terjadi. "Apakah pernyataan AHY sudah melalui proses verifikasi sehingga informasi yang diterima bisa dipercaya atau tidak? ini yang belum terungkap ke publik," ucap Karyono.
Sebagai Ketum partai yang tergolong muda, Karyono mengingatkan AHY untuk tidak gegabah dalam percaturan politik. "Seorang pemimpin sebaiknya tidak tipis telinga dan tidak grusa grusu dalam berpikir dan bertindak. Sifat baper juga harus dibuang jauh-jauh karena ketiga sifat tersebut bisa menimbulkan dampak buruk terhadap organisasi," pungkas Karyono.
Sebelumnya, AHY mengungkap terdapat pihak yang tengah mengancam Partai Demokrat saat ini. Menurut dia, pihak tersebut adalah gerakan politik yang mengarah pada upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa.
Berdasarkan kesaksian dan testimoni dari pihaknya, dia menyebut jika gerakan tersebut melibatkan pejabat penting pemerintahan. Bahkan, secara fungsional ada yang berada di lingkaran kekuasaan terdekat Presiden Jokowi.