Selasa 02 Feb 2021 17:33 WIB

Bengawan Solo Tercemar Mikroplastik dan Logam Berat

Perlu upaya pengendalian pencemaran yang bersumber dari limbah cair industri.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Yusuf Assidiq
Bengawan Solo
Foto: Pemkot Surakarta
Bengawan Solo

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Mahasiswa Semester V dari Program Studi (Prodi) Biologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Jawa Tengah, Muhammad Yusron dan Muhammad Asroul Jaza, dalam penelitiannya menemukan adanya pencemaran mikroplastik dan logam berat dalam penelitian yang dilakukan di Sungai Bengawan Solo.

Kelimpahan mikroplastik sebanyak 51 partikel per 100 liter ditemukan di Bengawan Solo segmen hulu di Sungai Samin, Sungai Tempuran Jebres, Sungai Perbatasan Sukoharjo, dan dua titik pada outlet Waduk Gajah Mungkur Wonogiri.

"Penelitian mikroplastik dilaksanakan mulai akhir Desember 2020 untuk pengambilan sampel, kemudian Januari 2021 dilakukan analisis di laboratorium Ecoton. Untuk titik pengambilan sampel kami ada di Sungai Samin, Sungai Tempuran Jebres, Sungai Perbatasan Sukoharjo-Wonogiri, dan Outlet Waduk Wonogiri, sehingga total ada lima sampel," kata Muhammad Yusron, Selasa (2/2).

Berdasarkan laporan hasil penelitian tersebut menunjukkan Bengawan Solo di Sungai Samin tercemar logam berat khrom, kadmium, timbal, serta senyawa kimia berbahaya khlorin dan nitrit. Hasil penelitian menemukan kelimpahan mikroplastik tertinggi terdapat pada sungai perbatasan Sukoharjo mencapai 17 partikel per 100 liter.

Jenis mikroplastik dominan fiber di sungai perbatasan Sukoharjo, Kali Samin, dan Kali Tempuran Jebres. Tingginya jenis fiber di ketiga lokasi itu berasal dari limbah garmen (tekstil) dan rumah tangga khususnya serat pakaian sintesis limbah laundry, dan pembuangan sampah plastik di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo.

"Sampling dilakukan dengan Mesh Ukuran T165 yang biasa digunakan untuk menjaring plankton, sampel yang terjaring di destruksi dengan campuran larutan H2SO4 dan H2O2 dengan konsentrasi masing-masing 30 persen (perbandingan 3:1), separasi melalui sentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Selanjutnya partikel yang tersaring diamati dengan mikroskop stereo yang dihubungkan dengan kamera DX230 dan skala 1:40," ujar Muhammad Asroul Jaza dalam laporan hasil penelitian tersebut.

Mikroplastik merupakan partikel plastik yang berukuran kurang dari 5 mm mengandung polimer seperti polietilen (PE), polipropilen (PP), polistirin (PS), polivinil klorida (PVC) atau zat aditif/tambahan seperti Pembuat lentur (Phtalat/Plastiziser) dan Penguat (Bhispenil A/BPA). Mikroplastik dapat terakumulasi dalam jumlah tinggi pada ekosistem perairan, khususnya sedimen, biota, dan perairan itu sendiri.

"Padahal, mikroplastik mengandung senyawa kimia berbahaya yang ditambahkan selama proses pembuatannya, bahkan mampu menyerap kontaminan atau toksin serta menjadi habitat bakteri patogen di sekeliling lingkungannya. Beberapa penelitian juga menyebutkan adanya peningkatan toksisitas logam berat setelah diserap oleh mikroplastik sehingga menjadi lebih berbahaya," terang Muhammad Yusron.

Hasil penelitian juga menunjukkan kandungan logam berat di Kali Samin jauh di atas Baku Mutu Kelas III. Parameter logam berat yang melebihi baku mutu adalah kadmium, tembaga, dan khrom, selain itu parameter nitrit dan khlorin jauh di atas baku mutu.

"Kondisi ini menyebabkan tingginya tingkat pencemaran di Kali Samin yang berdampak kondisi sungai yang toksik bagi kehidupan biota. Karena keberadaan polutan logam berat dan senyawa kimia nitrit dan khlorin akan menyebabkan turunnya Kadar oksigen dalam air," imbuh Yusron.

Kondisi tersebut dinilai dapat mengancam perikanan Bengawan Solo khususnya di Jawa Timur yang banyak menggunakan air Bengawan Solo untuk budi daya tambak. Ancaman berikutnya dari sisi kesehatan manusia, karena sifat mikroplastik mempunyai ikatan terbuka (hidrofob) sehingga mudah mengikat logam berat.

Mikroplastik yang ada di Bengawan Solo akan berfungsi sebagai media yang mengangkut logam berat ke dalam sistem metabolisme biota air yang akhirnya dikonsumsi oleh manusia. Dengan hasil penelitian tersebut, Yusron dan Asroul Jaza merekomendasikan adanya upaya pengendalian pencemaran yang bersumber dari limbah cair industri dengan melakukan penegakan hukum.

Kemudian, memberikan insentif kepada industri kecil untuk membangun Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL). Selain itu, penyediaan sarana pengelolaan sampah agar masyarakat tidak menjadikan Bengawan Solo sebagai tempat sampah. Pemerintah Pusat dan Pemprov Jateng diminta menyediakan tempat pembuangan sementara (TPS) di setiap desa yang dilalui Bengawan Solo

Sementara itu, Direktur Ecoton, Prigi Arisandi, menyatakan temuan mahasiswa UNS tersebut menunjukkan tidak adanya keseriusan Pemprov Jateng dalam pengendalian pencemaran di Bengawan Solo. "Pemprov melalui gubernur Jateng berjanji memberi tenggat waktu hingga Desember 2020 kepada industri untuk mengoptimalkan IPAL, namun kenyataannya Bengawan Solo makin tercemar dengan logam berat," kata Prigi.

Ecoton sebagai lembaga kajian ekologi dan konservasi lahan basah mendesak terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Pemulihan Bengawan Solo dengan melibatkan kementerian terkait. Ecoton juga meminta Pemprov Jateng melakukan inventarisasi dan mengumumkan nama-nama perusahaan kontributor pencemaran

"Kami juga meminta agar pemprov memberikan sanksi administratif dengan mencabut izin lingkungan pencemar. Serta memberikan insentif/subsidi kepada industri kecil di sepanjang Bengawan Solo yang potensial mencemari, seperti pabrik alkohol di Kali Samin dan pabrik tekstil skala rumah tangga, dengan mengembangkan IPAL komunal," tegasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement