Selasa 02 Feb 2021 21:21 WIB

Alasan Emil tak akan Lockdown Jabar

Emil malah menyoroti sistem pelaporan kasus Covid-19 pemerintah pusat.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil meresmikan program Puskesmas Terpadu dan Juara (Puspa) di Puskesmas Cikarang, Kabupaten Bekasi, Senin (1/2). Tujuan program tersebut untuk penanganan Covid-19 yang tak dapat ditangani oleh RS karena keterbatasan ruang isolasi dan sebagainya.
Foto: Humas Pemprov Jabar
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil meresmikan program Puskesmas Terpadu dan Juara (Puspa) di Puskesmas Cikarang, Kabupaten Bekasi, Senin (1/2). Tujuan program tersebut untuk penanganan Covid-19 yang tak dapat ditangani oleh RS karena keterbatasan ruang isolasi dan sebagainya.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil atau Kang Emil mengatakan tidak akan mengambil kebijakan lockdown untuk wilayah Jabar sebagai upaya menekan panularan Covid-19. Ia malah lebih menyoroti sistem pelaporan kasus yang harus diperbaiki oleh pemerintah pusat.

"Sampai hari ini kami tidak berpikir ada karantina yang sifatnya seperti lockdown," kata Ridwan Kamil di Bandung, Selasa.

Baca Juga

Emil mengeklaim, kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) telah membuat indikator penanggulangan pandemi Covid-19 di Jawa Barat membaik. Menurutnya, media seharusnya mengutip laporan data lab harian bukan jumlah kasus aktif yang diumumkan pemerintah pusat.

"Saya minta media kalau boleh saya kasih data lab harian. Itu coba viralkan bahwa PPKM bagus menurut data kami mah," kata dia.

Salah satunya, kata dia, ialah tingkat keterisian rumah sakit di Provinsi Jabar ada di angka 69 persen setelah sempat berada di angka 80 persen.

"Kasus harian yang ditetapkan oleh lab itu sebenarnya sudah turun, artinya apa? Artinya, kasus yang disebut meningkat oleh pemerintah pusat untuk wilayah Jawa Barat itu banyak sekali kasus lama," kata dia.

“Dilaporkan kasus Covid-19 harian di Jabar naik tapi rumah sakit menurun, kan enggak nyambung. Minggu lalu 3.300 kasus heboh, padahal 1.900-nya kasus lama ya yang kasus barunya 1.200, nah ini mohon jangan menilai PPKM hanya dari kasus aktif, itu poin saya karena kasus aktif mengandung data yang kurang akurat," lanjut Emil.

Emil menuturkan dimensi lain untuk ukuran kinerja PPKM ialah dari sisi indeks mobilitas dan dari sisi kedisiplinan warga menerapkan protokol kesehatan. Berdasarkan data yang ia sampaikan, pada Januari kepatuhan warga secara kumulatif memakai masker ada di angka 50 persen, sekarang sudah 83 persen kemudian tingkat kepatuhan jaga jarak awal Januari tersurvei 47 atau 48 persen, sekarang sudah 81 persen.

Petugas di lapangan total sudah menegur 9,7 juta warga yang tidak menerapkan protokol kesehatan di tempat publik selama PPKM.

"Dan yang paling disiplin masker sekarang ini adalah Kota Cimahi, dan paling tidak disiplin adalah Kabupaten Bekasi. Yang jaga jarak juaranya adalah Kabupaten Bandung juga di atas 90 persen, yang paling tidak bisa jaga jarak juga Kabupaten Bekasi," kata dia.

Oleh karena itu jika melihat data tersebut maka pihaknya menyatakan bahwa sejauh ini tidak pernah berpikir untuk membuat kebijakan karantina yang sifatnya seperti lockdown. Selain itu, pihaknya juga kembali menyoroti input data harian aktif yang menjadi acuan, namun tidak akurat.

"Ya kalau PPKM membaik kenapa harus ngambil situasi terburuk gitu ya, makanya supaya omongan saya ini jelas, nanti saya share data yang diumumkan ketemu dengan data lab. Dan pemerintah janji keterlambatan data ini mestinya tidak terjadi lagi," kata dia.

Pada hari ini, Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan, kasus kematian di Jawa Barat pada minggu ini mengalami kenaikan hingga dua kali lipat dibandingkan minggu sebelumnya. Satgas mencatat, kenaikan kasus kematian di Jawa Barat yakni sebesar 245 kasus dari 170 menjadi 415 kasus.

“Pada minggu ini kenaikan kematian paling tinggi terjadi di Jawa Barat yaitu naik lebih dari dua kali lipat dari minggu sebelumnya,” ujar Wiku saat konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (2/2).

Kenaikan kasus kematian tertinggi ini kemudian disusul oleh Jawa Tengah yang naik 142 kasus. Di  Sulawesi Utara naik 38 kasus, DKI Jakarta naik 29 kasus, dan Kalimantan Utara naik 24 kasus.

Wiku menegaskan, upaya menekan jumlah kasus kematian di Indonesia menjadi prioritas utama dalam menangani Covid-19. Angka kematian ini didominasi oleh usia lebih dari 59 tahun yang sebanyak 47,1 persen.

Kondisi ini menggambarkan bahwa upaya untuk menekan angka kematian harus dilakukan dengan meningkatkan kualitas pelayanan Covid-19 di rumah sakit, khususnya pada kelompok lansia.

“Kondisi lansia yang cenderung memiliki daya tahan tubuh yang lebih rendah dan penyakit komorbid yang dimilikinya dapat memperparah kondisi tubuh saat terinfeksi Covid-19,” jelas dia.

photo
Aturan transportasi di Jabar - (Republika)

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement