REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena gempa bumi yang terjadi di Sulawesi Barat, di antaranya Majene dan Mamuju, merupakan kejadian berulang. Beberapa dampaknya tercatat dapat merusak. Sebagai upaya mitigasi, peta kerentanan atau risiko bangunan di wilayah rawan gempa kawasan tersebut dinilai perlu disusun.
Dalam pernyataan tertulis BNPB yang diterima di Jakarta, Selasa (2/2), Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan setidaknya telah tercatat beberapa kali gempa terjadi di Sulbar. Dua kejadian di antaranya menyebabkan tsunami.
"Secara tektonik, wilayah pesisir dan lepas pantai Sulawesi Barat terletak di zona jalur lipatan dan sesar atau fold and thrust belt," ujar Daryono dalam diskusi tentang gempa Sulbar yang diadakan BNPB pada Senin (1/2).
Secara khusus, wilayah Majene dan Mamuju pernah terdampak gempa secara berulang dengan periode waktu berbeda. Menurut Daryono, fenomena gempa di wilayah itu tercatat sejak 1967 dengan historis gempa merusak dan tsunami.
Antara lain gempa Majene Magnitudo 6,3 pada 1967, kemudian 23 Februari 1969 dengan Magnitudo 6,9. Total lebih dari 100 warga meninggal dunia pada dua peristiwa tersebut.
Selanjutnya gempa Mamuju Magnitudo 5,8 pada 6 September 1972, gempa Mamuju Magnitudo 6,7 pada 8 Januari 1984, dan 7 November 2020. Rangkaian gempa ini bersifat merusak.
Lalu, yang terbaru ini, gempa Majene yang terjadi dua hari berturut-turut. Yakni pada 14 Januari 2021 dengan Magnitudo 5,9 dan 15 Januari 2021 dengan Magnitudo 6,2.