REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Tes Polymerase Chain Reaction (PCR) berbasis air liur sudah digunakan di beberapa rumah sakit di Indonesia. Tes dengan sampel ludah ini dinilai lebih memudahkan pengguna dibandingkan dengan tes PCR metode swab (usap). Apa saja perbedaannya?
CEO National Hospital Surabaya Prof. Hananiel Prakasya Widjaya mengatakan, pada dasarnya kedua metode pengetesan sama-sama menggunakan mesin PCR. Perbedaan utama hanya pada cara pengambilan sampelnya.
"Layanan PCR Saliva ini dijalankan dengan mesin PCR biasa, hanya saja sampel yang dipakai adalah air liur, sehingga tidak memerlukan lagi sampel lendir dari tenggorokan dan hidung," ujar Prof. Hananiel di Surabaya, Selasa (2/2).
PCR berbasis saliva menurutnya lebih menawarkan kemudahan dalam tes PCR. Terutama bagi anak-anak. Sebab pengambilan sampel tidak diambil dengan cara usap tenggorokan atau hidung. Seringkali cara tersebut terasa kurang mengenakkan bagi pengguna.
Soal akurasi hasilnya, Hananiel memastikan tidak berbeda. Meski beberapa penelitian menyebutnya lebih akurat. "Berdasarkan beberapa penelitian sensitivitas pemeriksaan PCR dengan saliva ini juga lebih akurat dari PCR yang mengambil sampel dari nasofaring (hidung) ataupun orofaring (tenggorokan)," ucapnya.
Cara Penggunaan
Dibandingkan dengan metode swab, Hananiel mengatakan memang ada perbedaan ketika menggunakan metode berbasis air liur ini. Karena beberapa hal harus dilakukan pengguna sebelum melakukan pemeriksaan.