REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah China menolak anggapan bahwa ia mendukung aksi kudeta militer di Myanmar. Beijing pun membantah memberi persetujuan diam-diam terhadap peristiwa tersebut.
“Teori-teori terkait tidak benar. Sebagai negara tetangga Myanmar yang bersahabat, kami berharap semua pihak di Myanmar dapat menyelesaikan perbedaan mereka dengan tepat, dan menegakkan stabilitas politik dan sosial," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin dalam konferensi pers pada Rabu (3/2).
Meski menegaskan tak mendukung, tapi di Dewan Keamanan PBB, China memblokir upaya untuk mengecam kudeta militer di Myanmar. Dewan Keamanan dilaporkan menggelar pertemuan untuk membahas perkembangan situasi di Negeri Seribu Pagoda pada Selasa (2/2). Namun mereka gagal mengadopsi pernyataan bersama perihal kudeta.
Pada Senin (1/2) lalu, militer Myanmar melancarkan kudeta terhadap pemerintahan sipil di negara tersebut. Mereka menangkap Penasihat Negara Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan beberapa tokoh senior dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).
Kudeta dan penangkapan sejumlah tokoh itu merupakan respons militer Myanmar atas dugaan kecurangan pemilu pada November tahun lalu. Dalam pemilu itu, NLD pimpinan Suu Kyi menang telak dengan mengamankan 396 dari 476 kursi parlemen yang tersedia. Itu merupakan kemenangan kedua NLD sejak berakhirnya pemerintahan militer di sana pada 2011.
Militer Myanmar telah mengumumkan keadaan darurat yang bakal berlangsung selama satu tahun. Sepanjang periode itu, militer akan mengontrol jalannya pemerintahan. Pemilu bakal digelar kembali setelah keadaan darurat usai.