REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asuransi syariah menghadapi sejumlah tantangan yang perlu dipersiapkan baik oleh industri maupun regulator. Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), Erwin Noekman mengatakan tantangan-tantangan tersebut membuat industri harus bersiap.
Pertama, soal keterbukaan pasar utamanya regional. Indonesia sudah menyatakan keikutsertaannya dalam ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) yang merupakan bentuk kerja sama untuk mencapai integrasi ekonomi ASEAN di bidang jasa.
AFAS ini akan dibuka pada tanggal 1 Januari 2025. Yang pertama kali dibuka dalam kesepakatan tersebut, lanjut Erwin, adalah yang berkaitan dengan Asuransi Umum Syariah.
Pada saat itu, semua pemain regional diperbolehkan memasarkan produk asuransi umum syariah secara langsung. Walaupun institusi asing tersebut tidak memiliki cabang dan SDM perwakilan di Indonesia.
"Ini merupakan sebuah tantangan sekaligus peluang bagi industri asuransi syariah Indonesia," katanya, Selasa (2/2).
Tantangan lainnya terkait Undang-undang Cipta Kerja. Pemerintah memiliki arah untuk menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya, terutama bagi warga negara Indonesia. Namun sayangnya, lanjut Erwin, dalam Undang-undang Cipta Kerja ini, dari 48 kata kunci asuransi tidak satupun yang ditujukan kepada asuransi syariah berdasarkan Undang-undang 40 tahun 2014.
Selain itu, terkait spin off atau pemisahan Unit Syariah dengan batas waktu 2024. Erwin mengungkapkan, sebagian Unit Syariah perusahaan asuransi menyatakan kesiapan untuk lepas dari induknya.
"Secara umum menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan lebih cenderung setuju untuk mendirikan perusahaan asuransi syariah baru secara independen, sekalipun masing-masing memiliki kendala dan tantangan," katanya.
Sebagian lain berencana mengalihkan portofolio asuransi syariahnya ke perusahaan asuransi syariah yang sudah mendapatkan izin berdiri sendiri. Ia berharap Unit Syariah yang lepas ini mendapatkan sejumlah insentif sebagai institusi baru.
Potensi pertumbuhan berasal dari halal value chain yang sedang dikembangkan pemerintah melalui Kawasan Industri Halal. Termasuk dengan diresmikannya Bank Syariah Indonesia yang juga diharapkan dapat memperkuat rantai industri ekonomi syariah, termasuk industri asuransi syariah.
Selanjutnya potensi bagi asuransi syariah juga datang dari sukuk dan proyek pemerintah yang dibiayai dari instrumen syariah. Per Desember 2020 lalu, sukuk Indonesia berada di sekitar angka Rp 900 triliun.