REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tersangka perkara suap penetapan izin ekspor benih lobster Edhy Prabowo mengakui, ia memang menyewakan apartemen untuk dua atlet pebulu tangkis putri. Dia mengatakan, penyewaan apartemen itu jauh sebelum dirinya menjabat sebagai menteri.
"Katanya, saya memberikan apartemen. Kalau Keysa sama Debby saya sudah sewakan apartemen di Kalibata City sudah lama sejak 2010 begitu saya kenal dia," kata Edhy Prabowo usai menjelani pemeriksaan di gedung KPK, Rabu (3/2).
Namun, mantan wakil ketua umum Gerindra itu membantah memiliki hubungan khusus dengan dua orang tersebut. Edhy mengatakan, penyewaan apartemen itu dilakukan hanya untuk mendukung karier bulu tangkis mereka.
Dia mengatakan, kedua atlet wanita itu memiliki potensi yang baik. Saat itu, ujar dia, mereka berada di peringkat 96 dunia hingga sempat naik ke posisi 27 dunia.
"Tapi, sampai sekarang nggak ada hubungan khusus, bisa dibuktikan tanya sendiri sama yang bersangkutan," katanya.
Baca klarifikasi Debby di sini: Pebulu Tangkis Debby Susanto Bantah Edhy Prabowo
Seperti diketahui, Edhy Prabowo diyakini menerima suap Rp 3,4 miliar. Dana tersebut berasal PT Aero Citra Kargo (ACK) melalui Ahmad Bahtiar dan Amri melalui Ainul Faqih.
PT ACK merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster. Uang tersebut dipergunakan untuk keperluan pribadi Edhy dan istrinya, Iis Rosta Dewi, SAF, dan APM untuk belanja barang mewah di Honolulu, Amerika Serikat.
Dalam perkara ini, KPK juga menersangkakan staf khusus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreu Pribadi Misata (APM), Pengurus PT ACK Siswadi (SWD), serta pihak swasta Amiril Mukminin (AM) sebagai penerima suap. Mereka diduga telah menerima suap sedikitnya Rp 9,8 miliar.
Para penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara tu, tersangka pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.