REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Wakil Presiden menegaskan transaksi keuangan di Indonesia harus mengacu pada sistem keuangan nasional. Transaksi ekonomi dan keuangan syariah yang saat ini sedang berkembang juga harus mengikuti mekanisme peraturan perundangan.
Sebab, jika menyimpang maka akan mendistrosi sistem keuangan dan ekonomi nasional. "Semua itu diatur dalam aturan-aturan yang ada sehingga ketika kemudian ada suatu di luar itu, tentu itu akan merusak ekosistem daripada ekonomi dan keuangan nasional kita," kata Ma'ruf dalam acara Mata Najwa, Rabu (3/2) malam.
Pernyataan Wapres itu berkaitan penangkapan terhadap penggagas Pasar Muamalah di Depok, Zaim Saidi, karena menggunakan dinar dan dirham dalam transaksinya. Maruf menyebut transaksi itu telah menyimpang dari aturan sistem keuangan nasional yang mengatur alat transaksi sah yang berlaku di Indonesia adalah rupiah.
Wapres mengatakan, meski tujuannya untuk transaksi syariah, mekanisme yang ditempuh harus mengikuti aturan yang ada. "Tujuannya mungkin iya, tetapi kan ada mekanismenya dalam sistem kenegaraan, masalahnya di sini adalah soal penegakan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan itu," kata Ma'ruf.
Ia mengatakan, selain aturan rupiah sebagai alat transaksi yang sah, saat ini sudah ada regulasi mengenai ekonomi dan keuangan syariah. Ma'ruf menjelaskan baik perbankan syariah dan surat berharga syariah dan jenis syariah lainnya telah dibuat aturan mulai dari UU, aturan pelaksana, bahkan fatwa dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
Karena itu, jika mekanisme keuangan syariah di luar aturan dan kesepakatan yang ada, maka akan merusak sistem ekonomi dan keuangan nasional Indonesia. Untuk itu, Ma'ruf menilai tak salah jika aparat kepolisian kemudian menangkap Zaim Saidi.
"Saya kira (penangkapan) itu tepat sekali karena mereka berdasarkan aturan-aturan yang ada di dalam negara kita. Jadi tidak boleh ada sesuatu transaksi atau aturan yang tidak sesuai dengan sistem yang ada di negara kita," kata Ma'ruf.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri menangkap Zaim Saidi di kediamannya, pada Selasa (2/2) malam WIB. Penyidik mengenakan Pasal 9 Undang-undang nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP dan Pasal 33 Undang-undang nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang kepada Zaim dengan ancaman hukuman 1 tahun penjara dan denda 200 juta rupiah.
Dalam pengembangannya, Kabag Penum Humas Polri Kombes Polisi Ahmad Ramadhan menyebut, Zaim Saidi mengambil keuntungan sebesar 2,5 persen dari setiap penukaran koin dinar dan dirham. Untuk nilai tukar dinar dan dirham di Pasar Muammalah yang digelar dua pekan sekali itu mengikuti harga PT Aneka Tambang (PT Antam).
Tersangka ZS (Zaim Saidi) menentukan harga beli koin dinar dan dirham tersebut sesuai harga PT Aneka Tambang ditambah 2,5 persen sebagai margin keuntungannya," ungkap Ramadhan dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (3/2).