Kamis 04 Feb 2021 08:24 WIB

Sekjen PBB Ingin Internasional Pastikan Kudeta Myanmar Gagal

PBB anggap dalih militer mengkudeta Suu Kyi karena kecurangan pemilu tak dibenarkan.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Sekjen PBB Antonio Guterres
Foto: AP Photo/Mary Altaffer
Sekjen PBB Antonio Guterres

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- PBB mengatakan, akan memobilisasi tekanan internasional untuk memastikan kegagalan kudeta militer di Myanmar. Kudeta militer berkembang pada Rabu (3/2) setelah pemimpin sipil Aung San Suu Kyi resmi didakwa atas kepemilikan alat komunikasi ilegal.

"Kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk memobilisasi semua aktor kunci dan komunitas internasional untuk memberikan tekanan yang cukup pada Myanmar guna memastikan bahwa kudeta ini gagal," ujar Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dalam wawancara yang disiarkan oleh The Washington Post, Rabu.

Baca Juga

"Ini benar-benar tidak dapat diterima setelah pemilu. Pemilu yang saya yakini berlangsung normal dan setelah periode transisi yang besar," ujarnya melanjutkan.

Gedung Putih mengatakan, penanganan kudeta di Myanmar adalah prioritas bagi Amerika Serikat. Kini Washington sedang meninjau kemungkinan sanksi sebagai tanggapannya.

Sementara itu, Ketua Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia, Charles Santiago mengatakan, tuduhan baru terhadap Suu Kyi dan Presiden Myanmar itu cukup menggelikan. "Ini langkah absurd junta untuk mencoba melegitimasi perebutan kekuasaan ilegal mereka," katanya dalam sebuah pernyataan.

Baca juga : Keluarga Sultan Ottoman yang Diasingkan di Era Turki Modern

Reuters tidak dapat segera menghubungi polisi, pemerintah atau pengadilan untuk dimintai komentar. Tuduhan polisi yang meminta kasus dibawa ke pengadilan merinci, bahwa enam radio walkie talkie telah ditemukan dalam penggeledahan di rumah Suu Kyi di Naypyitaw. Radio tersebut diimpor secara ilegal dan digunakan tanpa izin.

Dokumen yang ditinjau pada Rabu meminta penahanan Suu Kyi untuk menanyai saksi, meminta bukti, dan mencari penasihat hukum setelah menanyai terdakawa. Sebuah dokumen terpisah menunjukkan polisi juga mengajukan tuntutan terhadap Presiden yang digulingkan Win Myint karena melanggar protokol untuk menghentikan penyebaran virus Corona selama kampanye pemilihan November lalu.

Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Suu Kyi memenangkan pemilu itu dengan telak. Namun militer, yang dipimpin oleh Panglima Angkatan Darat Jenderal Min Aung Hlaing, mengeklaim pemungutan suara itu dirusak oleh penipuan. Dia pun tak enggan membenarkan perebutan kekuasaan atas dasar itu. Padahal Komisi Pemilihan negara mengatakan pemungutan suara itu adil.

Pengambilalihan tersebut telah menggagalkan transisi panjang Myanmar menuju demokrasi. Kecaman keras dari negara-negara Barat, G7, dan PBB pun muncul.

Suu Kyi menghabiskan sekitar 15 tahun dalam tahanan rumah antara 1989 dan 2010 saat dia memimpin gerakan demokrasi negara. Dia tetap sangat populer di dalam negeri meskipun reputasi internasionalnya rusak karena penderitaan pengungsi Muslim Rohingya.

Baca juga : Islam di Myanmar, Pernah Lampaui Jumlah Umat Buddha Lokal

Militer telah memerintah Myanmar dari 1962 hingga partai Suu Kyi berkuasa pada 2015 berdasarkan konstitusi yang menjamin para jenderal memiliki peran utama dalam pemerintahan. Junta telah mengumumkan keadaan darurat selama satu tahun dan berjanji akan mengadakan pemilihan umum yang adil, tetapi belum mengatakan kapan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement