REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Dinas Tata Ruang (Distaru) Kota Bandung menyebutkan tenaga pikul jenazah Covid-19 di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Cikadut akan mendapatkan gaji sebesar Rp 2.6 juta perbulan. Total anggaran yang disiapkan dari Februari hingga Desember tahun 2020 untuk tenaga pikul mencapai Rp 4 miliar.
Kepala Distaru Kota Bandung, Bambang Suhari mengatakan gaji para tenaga pikul jenazah Covid-19 di TPU Cikadut yang kini sudah diangkat menjadi pegawai tidak tetap (PHL) sebanyak 35 orang berasal dari biaya tidak terduga (BTT). Anggaran tersebut dititipkan di sekretariat gugus tugas penanganan Covid-19.
"Jadi gini, PHL anggaran bersumber dari BTT itu khusus covid-19, diakomodir pimpinan 35 PHL pemikul jenazah dari warga setempat. Anggarannya dititipkan sekretariat gugus tugas di Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana," ujarnya, Kamis (4/2).
Tiap akhir bulan, ia menuturkan pihaknya akan mengajukan permohonan realisasi anggaran honorarium bagi para pemikul jenazah Covid-19. Bambang mengatakan standar gaji para PHL sebesar Rp 2.150.000 namun di masa pandemi Covid-19 ditambah 25 persen menjadi Rp 2.600.000
"Jadi perbulan standar PHL, Rp 2.150.000. Ada kebijakan pimpinan, penanganan Covid-19 ditambah 25 persen jadi Rp 2.600.000 dikali 35 orang dikali 11 bulan. Hitung-hitungan seperti itu, rincian saya belum melihat lagi tapi yang jelas 35 kali Rp 2,6 juta kali 11," katanya.
Sebelum pengangkatan 35 orang tenaga pikul menjadi PHL, ia menambahkan, jumlah PHL yang sudah ada sebanyak 23 orang dengan gaji yang kini disamakan menjadi Rp 2.600.000.
Ia mengatakan, para PHL dikontrak pertahun termasuk hingga Covid-19 selesai dan akan dilakukan evaluasi berkala. Selanjutnya, jika pandemi Covid-19 selesai di pertengahan jalan maka pihaknya akan segera melaporkan kepada Wali Kota Bandung.
"Selama kepres tentang keadaan darurat bencana non alam di bidang kesehatan berlangsung, Jawa Barat dalam kondisi darurat. Dasarnya kepres penetapan keadaan darurat," katanya.
Sebelumnya, relawan tenaga pikul jenazah Covid-19 yang berasal dari masyarakat diangkat menjadi PHL oleh pemerintah Kota Bandung. Mereka sempat mogok kerja karena dianggap melakukan pungutan liar kepada ahli waris dari jenazah yang akan dikuburkan.